Sabtu, 30 Mei 2009

MENYIKAPI FENOMENA FACEBOOK DENGAN BIJAK

(Pikiran Rakyat, 22 Mei 2009. Forum Guru)

Facebook, sebuah fenomena baru dalam kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Hampir di semua tempat dan kesempatan dapat dipastikan ada orang yang tengah asyik dengan situs terbesar keenam di dunia yang paling banyak dikunjungi saat ini, termasuk di sekolah. Siswa, karyawan dan guru tengah ”keranjingan” demam facebook melebihi ramainya isu flu babi yang melanda Kota Bandung. Ada apa dengan facebook ini sehingga menjadi salah satu bagian dari kegiatan yang dilakukan pelaku pendidikan di sekolah?

Dengan facebook, kita bisa menjalin dan merajut kembali pertemanan yang sedang atau pernah terjadi dalam hidup kita ditambah dengan berbagai aplikasi yang dapat mengekspresikan perasaan kita saat ini, baik berupa photo, video, note bahkan gambar. Dan yang paling menarik adalah saling memberikan komentar sesama teman atau rekan dengan berbagai aplikasi yang tersedia seperti photo, gambar, video atau note. Dengan kelebihannya itulah maka facebook mampu menyita waktu dan kegiatan masyarakat, khususnya pelajar dan guru.

Menyikapinya Dengan Bijak

Menyenangkan dan menghibur ! Namun sering kita menjadi lupa menetapkan prioritas dalam melakukan tindakan. Siswa terjebak rutinitas dalam membuka facebook, iseng memberikan komentar dan akhirnya sulit berhenti walaupun pembelajaran di kelas tengah berlangsung.

Untuk menyikapi hal tersebut, guru dan orang tua harus bijak menyikapinya. Salah satu cara adalah dengan terlibat dalam komunitas mereka untuk mengetahui dunia mereka yang baru sekaligus dengan bijak memasukan nilai dan cara memanfaatkan teknologi untuku kepentingan mereka dalam mencari pengalaman dan pengetahuan melalui fasilitas facebook. Namun yang harus dicermati adalah cara pendekatan yang dilakukan terhadap mereka harus halus tanpa terkesan menasehati dan menggurui.

Misalnya guru dapat menyampaikan informasi yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar seperti ulangan, tugas atau remidial melalui facebook ini secara teratur. Dengan demikian kita coba mengarahkan rasa keingintahuan mereka kepada hal-hal yang relatif bersifat positif. Dengan demikian siswa tidak akan merasa diarahkan secara represif untuk menghentikan kebiasaannya ”ber-facebook” ria di kelas.

Demikian juga dengan orang tua, misalnya orang tua dapat memasukan alamat facebook anaknya ke dalam komunitas keluarga besar. Dengan demikian mereka dapat bersilaturahmi dengan keluarga secara intensif. Hal ini akan melahirkan kesadaran bahwa mereka adalah bagian dari suatu komunitas lainnya yang lebih luas dari sekedar teman sekolah.

Sebagai proses pengenalan terhadap suatu teknologi, fenomena ini semoga hanyalah trend sesaat dan kemudian menghantarkan mereka untuk mengenal fasilitas teknologi yang lebih bermanfaat bagi proses pembelajaran.

Kamis, 07 Mei 2009

SMP TARUNA BAKTI SEKOLAH PEMBAURAN?

Salah satu yang membuat saya sangat betah mengajar di SMP Taruna Bakti adalah adanya visi dan misi pembauran dalam proses kegiatan belajar di sekolah. Ini penting sekali!

Di tahun 2003 saya ditugaskan sekolah untuk mengikuti seminar tentang pembauran degan pembicara Andi Malarangeng sebagai pengamat politik, Kapolda Jabar dan dari pemerintahan yang diwakilli oleh Bpk Unang Sunarya di hotel Penghegar.

Yang menarik dari seminar itu adalah masalah proses pembauran yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia keturunan Tiong Hoa (70% dari peserta) yang mengatakan banyak kebijakan pemerintah yang setengah hati atau penerimaan masyarakat yang memandang mereka dengan dengan penuh kecurigaan. Mereka dan pemerintah berdebat tentang mekanisme pembauran yang begitu gencar diprogramkan oleh Negara.

Tapi yang anehnya, pada saat itu saya bicara, mengapa kita berbicara tentang pembauran tapi tidak melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya banyak WNI keturunan yang merasa tidak perlu menyekolahkan anak-anaknya sekolah di sekolah umum yang lebih heterogen dari latar belakang budaya dan asal. Bahkan ada yang mengaku takut untuk menyekolahkan anaknya disekolah negeri atau swasta umum kalau anaknya akan mendapatkan perlakuan diskriminatif dari guru maupun teman sekolahnya. Padahal proses pembauran bukanlah proses sekali jadi. Harus ada proses pemahaman dan saling pengertian antara berbagai pihak. Dan salah satu caranya adalah melalui pendidikan.

Sekolahlah di SMP Taruna Bakti! Sekolah yang menjadikan pembauran sebagai visi dan misi dalam mengemban tugas pendidikan formal. Bagaimana proses pembauran dan belajar saling menghargai dari berbagai suku bangsa dan agama begitu lekat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Bagaimana anak dari keturunan dan latar belakang budaya dan ras yang bereda sama-sama mengangkut kursi dan barang daklam kegiatan suatu agama tertentu. Bagaimana siswa saling konflik dan belajar menyelesaikannya tanpa memandang ras dan agama.

Juga di sini kami melayani semua agama yang ada sehingga proses pembelajaran benar-benar memenuhi amanat pendidikan dan hak warga Negara mendapatkan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Tanpa ada paksaan, tanpa diliputi rasa kekhawatiran.

Bagaimana kita bisa mewariskan pembauran dan saling menghormati satu sama lain ketika orang tua justru yang memperbesar rasa perbedaan dengan ketakutan dan memperdalam saling curiga dengan segala prasangka?

Saya juga melihat masih ada sekolah negeri yang notebene adalah sekolah umum lebih menonjolkan nuansa suau agama. Mewajibkan siswa yang berbeda agama untuk mengikuti pelajaran agama lain yang tidak mereka yakini. Ketika yang mayoritas menuntut minoritas untuk meghargainya, maka mayoritas pun dituntut untuk mengayomi.

Guru, siswa, orang tua dan masyarakat wajib menanamkan rasa kebersamaan sebagai suatu bangsa sesegera mungkin sehingga berbagai prasangka dan konflik dengan latar belakang agama, ras dan suku segera berakhir. Kami guru SMP Taruna Bakti sudah memulai dan ingin memperluas rasa kebersamaan ini dengan seluruh elemen bangsa.

Semoga mimpi kami bukanlah impian.

SMP Taruna Bakti di Jalan LL.RE Martadinata No.52 Bandung (022) 4261468 c/q Pak Imam Wibawa Mukti,S.Pd (Koordinator akselerasi SMP Taruna Bakti) dan Ibu Lucia Dwi Suharti,Dra (Ketua Resource Center Keberbakatan Jawa Barat)

Blog : cogitoergowibisum@blogspot.com

e-mail : imamwibawamukti@yahoo.co.id

web : www.smptarunabakti.com

MEMAKSIMALKAN METODE CERAMAH DI KELAS


FORUM GURU

MEMAKSIMALKAN METODE CERAMAH DI KELAS

Dalam proses kegiatan belajar mengajar, metode yang paling sering dilakukan oleh guru adalah metode ceramah. Hal ini disebabkan karena ada beberapa hal yang membuat metode ceramah menjadi “favorit” bagi guru, yaitu sangat simpel, mudah dilakukan, persiapan yang pendek dan budaya pendidikan Indonesia secara umum masih didominasi oleh guru sebagai subyek belajar dan siswa menjadi obyek belajar.

Tapi metode ini pun mengandung banyak kelemahan, seperti membuat siswa mudah jenuh, guru lebih cepat capek dan materi yang disampaikan menjadi monoton. Oleh karena itu, ketika akan menggunakan metode ceramah guru harus mampu memiliki beberapa keterampilan sehingga penyampaian materi dengan ceramah menjadi lebih efektif dan efisien.

Beberapa keterampilan yang harus dimiliki siswa adalah kemam[uan vokal yang prima, memiliki rasa humor yang tinggi, mampu membangkitkan minat siswa dengan intonasi dan mimik wajah yang ekspresif atau mampu membangun suasana yang menyenangkan sehingga siswa tertarik untuk mendengarkannya.

Untuk itu ada beberapa trik yang bisa dilakukan guru untuk memaksimalkan ceramah sebagai metode pembelajaran, diantaranya :

Bangkitkan minat siswa dengan :

  1. Memaparkan kisah atau tayangan yang menarik. Yang dimaksud dengan menarik adalah dekat dengan kehidupan siswa, sedang menjadi berita di berbagai media massa, ganjil atau spektakuler.
  2. Ajukan soal cerita yang menarik dan berhubungan dengan materi yang akan di sampaikan di awal pembelajaran
  3. Berikan pertanyaan menguji di tengah penyampaian materi sehingga siswa tertarik dalam mendengarkan paparan materi

Tingkatkan pemahaman dan ingatan siswa melalui :

  1. Susunlah kembali materi pokok yang disampaikan di papan tulis sebagai kata kunci bagi siswa untuk mengingat seluruh uraian
  2. Berikan analogi dan contoh yang menarik dan mudah diingat siswa, misalnya bagaimana usaha yang dilakukan beberapa siswa dalam meminta uang tambahan kepada orangtua untuk menganalogikan mengapa kita harus belajar ekonomi.
  3. Siapkan materi visual. Sehebat apapun guru dalam menerangkan tetaplah membutuhkan media untuk menarik minat siswa, misalnya dengan buku berisi gambar-gambar menarik tentang evolusi manusia ketika belajar biologi atau sejarah manusia.

Melibatkan siswa selama ceramah dengan :

  1. Melakukan tantangan kecil dengan memberikan pertanyaan di tengah ceramah atau meminta contoh dari uraian menurut sudut pandang siswa.
  2. Membuat latihan dengan memberikan tabel dan format isian yang berisi materi pokok atau pertanyaan tentang materiyang sedang disampaikan.

Memperkuat ingatan siswa dengan :

  1. Memberikan soal yang berisi penerapan atau aplikasi dalam kehidupan mereka sehari-hari
  2. Memberikan kesempatan bertanya yang kemudian diterangkan atau dijawab oleh siswa yang lain.

Uraian diatas bukanlah pembenaran dari metoe yang digunakan karena pada hakekatnya guru harus mampu menggabungkan semua metode yang terbaik bagi siswa. Materi ceramah akan menjadi efektif apabila materi yang disampaikan memang cocok sehingga tidak semua materi dapat disampaikan dengan ceramah. Semoga tulisan ini dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak materi dan memudahkan guru dalam melakukan metode ceramah.

Imam Wibawa Mukti,S.Pd

CARA AGAR SISWA MUDAH MENGINGAT?

FORUM GURU

CARA AGAR SISWA MUDAH MENGINGAT?

“Kita dapat menceritakan sesuatu kepada siswa dengan cepat dan siswa akan melupakan apa yang kita ceritakan itu dengan lebih cepat”

Sebagai guru tentunya kita sering menemukan kasus dimana siswa sering melupakan materi yang telah diajarkan atau dibahas di depan kelas. Hal ini menjadi sebuah tantangan besar bagi guru karena hal tersebut berhubungan dengan metode dan cara seorang guru dalam menyampaikan sebuah materi pelajaran. Namun hal ini sering kurang dipahami guru sehingga sering pula guru menekankan kesalahan itu kepada siswa dengan tuduhan kurang memperhatikan, tidak konsentrasi atau tidak serius menyimak pelajaran.

Hal ini tentunya tidak selamanya benar, karena menurut sebuah penelitian yang diungkap dalam buku Active Learning yang disusun oleh Melvin L.Silberman, bahwa pada umumnya guru yang menggunakan metode ceramah berbicara dengan kecepatan 100 hingga 200 kata permenit. Jika siswa benar-benar berkonsentrasi menyimak perkataan guru maka mereka akan mengingat sekitar 50 sampai 100 kata permenit. Bayangkan bila guru terus berbicara selama 45 menit atau lebih? Sementara siswa dapat menyimak materi hanya 70% dari sepuluh menit pertama dan 20% di sepuluh menit terakhir. Jadi siapa yang salah kalau siswa tidak bisa mengingat materi dari gurunya?

Untuk mengatasi hal tersebut maka guru dituntut untuk mampu merancang sebuah metode pengajaran yang efektif dan efisien. Artinya bagaimana guru bisa meminimalisir dominasi guru di kelas (terutama dalam hal berbicara) dan siswa dapat lebih banyak mengingat dan memahami materi yang diterima dalam satu waktu pelajaran.

Karena peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka idealnya guru harus mampu menggabungkan berbagai gaya belajar siswa, mulai dari yang dominan belajar dengan gaya audio, visual maupun kinestetik. Namun pada kenyataannya guru dihadapkan pada kendala teknis yang membuat gabungan gaya belajar tersebut menjadi sulit diterapkan di kelas. Oleh karena itu guru kembali dituntut untuk mampu menghadirkan suasana belajar yang menyenangkan dan bisa menarik sebanyak mungkin perhatian dan minat siswa.

Berikut ada beberapa metode yang ditawarkan oleh banyak pakar dalam menyiasati kendala diatas, diantaranya adalah dengan :

Siswa diminta untuk mengemukakan kembali informasi dengan kalimat mereka sendiri

Guru mampu memberikan contoh yang dekat dengan kehidupan dan pengalaman mereka sehari-hari

Menerangkan dalam berbagai bentuk informasi (lisan, model, gambar, suara) dan situasi

Mengaitkan suatu materi dengan fakta atau gagasan lain yang tengah berkembang dilingkungan siswa

Menjelaskan dengan berbagai cara (berdiri, bergerak, intonasi dan mimik) atau melalui ceramah, latihan dan diskusi

Membuat lawan atau kebalikan ( sesuatu yang ganjil lebih mudah diingat) dari materi yang diterangkan

Tentunya metode tersebut harus ditunjang dengan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan. Dimana guru mampu menghadirkan suasana yang nyaman sehingga siswa mampu mengaktualisasikan dirinya tanpa hambatan dari rasa ketakutan dan kekhawatiran untuk melakukan kesalahan. Dalam merancang suasana yang aktif dan menyenangkan tersebut tentunya ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru, diantaranya :

Tidak semua belajar aktif berarti bersenang-senang dan bermain-main. Guru harus mampu menerangkan tujuan pokok atau indikator yang harus dipahami siswa dalam sebuah prose pembelajaran

Tetap menjaga konsentrasi siswa pada tema atau materi yang sedang dipelajari. Hal ini penting karena dalam membangun suasana belajar yang aktif dan menyenangkan, pertanyaan dan pembahasan siswa cenderung melebar dan mendalam.

Lebih rinci dalam mengatur waktu. Kegiatan yang berpusat pada siswa melahirkan sebuah konsekuensi waktu pembalajaran yang lebih lama sehingga siswa dapat maksimal mengeksplorasi pengetahuan dan pengalaman dalam kegiatan belajar tersebut

Tidak terjebak pada metode baku yang monoton atau menjemukan. Belajar aktif akan sangat tergantung pada kemampuan guru dalam mengakomodasi masukan dan usulan dari siswa tentang cara belajar. Misalnya siswa akanmengusulkan belajar pasar langsung di kantin sekolah atau langsung pergi ke pasar dekat sekolah.

Merangsang siswa untuk mau berkompetensi secara individual maupun kelompok dengan standar yang telah disepakati bersama

Guru berada pada posisi untuk memberikan makna dari setiap materi yang ditemukan siswa. Kurang pengalaman dan pengetahuan siswa secara utuh akan menghasilkan sebuah kesimpulan yang bias atau menyimpang dan guru wajib membenahi tanpa berarti menyalahkan.

Mempersiapkan metode dan perlengkapan dengan matang, karena kurangnya persiapan justru akan memakan waktu lebih banyak khususnya bila metode tersebut pertama kali dilaksanakan.

Lakukan evaluasi timbal balik dengan menggunakan tanya jawab atau kuisioner dari metode yang telah dilaksanakan sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang masih terjadi dalam metode tersebut.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita sebagai guru dalam mendampingi siswa belajar dan lebih lama mengingat dan memaknai materi.

Imam Wibawa Mukti,S.Pd (Koordinator akselerasi SMP Taruna Bakti)

MENGAJARKAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA DI MASA PEMILU

Ditengah keributan yang terjadi dalam proses pemilu ini, alangkah baiknya apabila kita menjadikannya media pembelajaran bagi siswa dan guru. Berbagai diskusi, pidato, poster, spanduk dan pamflet banyak bisa kita temukan di pinggir jalan. Semua itu bisa dijadikan media bagi pembelajaran bagi siswa khusunya dalam melatih kemampuan berpikir kritis, logis dan sistematis.

Misalnya, ada iklan di televisi yang menayangkan tentang keberhasilan partainya dalam menurunkan harga BBM. Pikiran kita seolah sedang dimasuki sebuah kebenaran dimana menentukan harga BBM hanya ditentukan oleh segelintir orang di pemerintahan. Padahal kita bisa membaca diberbagai media bahwa itu semua tak lepas dari perkembangan harga minyak dunia. Juga, kita seolah ingin dilupakan untuk mengingat bahwa pemerintahan yang sama pulalah yang telah menaikan harga BBM terbesar sepanjang sejarah berdirinya Indonesia.

Disini kita bisa melatih siswa untuk mendiskusikan berbagai pernyataan, slogan, symbol dan tingkah para pelaku kampanye secara kritis dan logis. Bahkan tidak mustahil kita akan mendapatkan pernyataan dan pikiran siswa kita yang jauh lebih baik, karena dengan segala kepolosannya mereka mampu menilai segala sesuatu dengan lebih jernih. Misalnya tentang kampanye sebuah partai yang menyatakan telah berhasil “mengawal” BLT, padahal sebelumnya partai ini paling keras menolak kebijaka tersebut di masa lampau.

Mengamati pernyataan dan tindakan yang paradoks dari para pelaku politik ternyata lebih lucu dan menyenangkan ketimbang mempermasalahkan berbagai keruwetan tekhnis pemilu itu sendiri. Dengan demikian siswa bisa belajar untuk bijaksana dalam berpikir dan berkata dalam kehidupan mereka.

Beberapa Kesalahan Dalam Berpikir

Kita bisa melihat ada beberapa pernyataan atau argument yang agak aneh tersebut karena beberapa factor, diantaranya :

  1. Pernyataan yang salah dapat dianggap benar karena secara umum masyarakat telah menerimanya menjadi argument yang valid. Misalnya untuk kelanjutan pembangunan, maka alangkah lebih baik kembali memilih penguasa yang tengah memerintah. Seolah, sesuatu yang baru akan berdampak pada ketidaksinambungan pembangunan.
  2. Argument yang keliru karena kesalahan dan kecerobohan orang terhadap pokok permasalahan yang terkait. Misalnya alasan bahwa kesalahan pemilu saat ini karena sistemnya yang baru. Padahal kita telah melaksanakan pemilu bukanlah sekali dan setiap pemilu, kesalahan yang sama kerap terjadi. Kita digiring untuk membenarkan bahwa sistem yang baru akan membuat kerumitan dalam segala perbuatan.

Kesalahan berpikir ini bisa terjadi dalam berbagai bentuk, diantaranya :

  1. Bentuk Argumentum ad Hominem

Kesalahan berpikir yang mendasarkan pikiran pada sentimen pribadi, individu atau golongan tertentu. Misalnya menghubungkan nama seorang pejabat sebagai akar dari segala bencana yang terjadi. Atau ada logika yang menganggap bahwa komposisi pemimpin Indonesia harus Jawa dan Luar Jawa demi keadilan dan keutuhan wilayah.

Ada pula kesalahan berpikir bentuk ini karena titik tolak dua pihak yang berkompetisi pada pemilu berbeda. Misalnya ada diskusi antara dua partai untuk membicarakan tentang kebaikan pemerintahan dijamannya masing-masing. Dalam kebijakan penetapan harga BBM, satu pihak menyalahkan kebijakan pihak lain dan sebaliknya, padahal kedunya berjalan di jaman dan masalah yang berbeda sehingga sampai kapanpun masalah tersebut tidak akan pernah selesai.

  1. Argumentum ad Ignorantiam

Ada anggapan bahwa Indonesia mengalami banyak bencana karena wakilnya bernama Kalla dan di masyakat Jawa, kata itu mengandung sesuatu yang buruk. Pikiran seperti ini adalah argumen yang tidak akan pernah dibuktikan kebenarannya karena bersifat kepercayaan budaya tertentu. Namun kepercayaan ini kemudian dijadikan landasan berpikir untuk menyerang pihak tertentu.

  1. Argumentum ad Misericordiam

Adalah bentuk pikiran yang dilandasi oleh rasa belas kasihan. Kita temukan calon legislatif dalam pemilu sekarang yang berasal dari kalangan pengamen, tukan lotek atau tukang ojek. Pikiran kita diajak untuk mengambil keputusan dengan dilandasi oleh belas kasihan bahwa orang seperti mereka selama ini tertindas dan saat sekarang mereka tampil untuk mewakili diri dan profesinya sendiri tanpa melihat kemampuannya dibidang penyelenggaraan negara.

  1. Argumentum ad Populum

Salah kaprah yang diterima umum. Misalnya karena banyak kesalahan dalam pemilu kali ini maka pasti ada kecurangan yang sistematis dengan maksud untuk memenangkan satu partai. Pikiran ini biasanya dipakai untuk menggeneralisir sesuatu dengan anggapan lebih mudah. Lalu kita membuat sebuah kesimpulan bahwa pemilu kali ini gagal. Atau sebalilknya, berbagai gugatan dan tuntutan pemilu yang banyak terjadi dianggap pemerintah atau pelaksana pemiilu sebagai gerakan yang diorganisir secara cermat oleh kelompok yang kalah untuk menggagalkan kemenangan pihak lain.

  1. Post Hoc Ergo Propter Hoc

Ada partai yang berkampanye menyatakan bahwa untuk memimpin negara ini diperlukan partai yang telah berpengalaman dalam mengurus negara. Karena dengan pengalaman tersebut maka pengleolaan negara akan lebih baik ketimbang partai yang belum berpengalaman. Pikiran ini adalah tipe menarik kesimpulan dari peristiwa masa lampau. Padahal kalau kebaikan selama ini diklaim oleh partainya, maka akan adil bila kesalahan masa lampau juga dilekatkan pada dirinya.

Ini hanya beberapa contoh materi pembelajaran yang bisa digullirkan kepada siswa sejalan dengan peristiwa yang tengah hangat terjadi disekitar mereka. Mereka harus mampu tidak hanya belajar nama partai dan lambangnya saja, namun juga mampu menilai kualitas dari partai yang ada dari kemampuannya mengemukakan pendapat. Dengan demikian apa yang dipelajari siswa sangat dekat dengan kesehariannya.

Semoga bermanfaat bagi perkembangan siswa dan kehidupan berbangsa kelak.

Imam Wibawa Mukti,S.Pd

Guru dan Koordinator Akselerasi SMP Taruna Bakti Bandung

CARA AGAR SISWA MUDAH MENGINGAT?

FORUM GURU

CARA AGAR SISWA MUDAH MENGINGAT?

“Kita dapat menceritakan sesuatu kepada siswa dengan cepat dan siswa akan melupakan apa yang kita ceritakan itu dengan lebih cepat”

Sebagai guru tentunya kita sering menemukan kasus dimana siswa sering melupakan materi yang telah diajarkan atau dibahas di depan kelas. Hal ini menjadi sebuah tantangan besar bagi guru karena hal tersebut berhubungan dengan metode dan cara seorang guru dalam menyampaikan sebuah materi pelajaran. Namun hal ini sering kurang dipahami guru sehingga sering pula guru menekankan kesalahan itu kepada siswa dengan tuduhan kurang memperhatikan, tidak konsentrasi atau tidak serius menyimak pelajaran.

Hal ini tentunya tidak selamanya benar, karena menurut sebuah penelitian yang diungkap dalam buku Active Learning yang disusun oleh Melvin L.Silberman, bahwa pada umumnya guru yang menggunakan metode ceramah berbicara dengan kecepatan 100 hingga 200 kata permenit. Jika siswa benar-benar berkonsentrasi menyimak perkataan guru maka mereka akan mengingat sekitar 50 sampai 100 kata permenit. Bayangkan bila guru terus berbicara selama 45 menit atau lebih? Sementara siswa dapat menyimak materi hanya 70% dari sepuluh menit pertama dan 20% di sepuluh menit terakhir. Jadi siapa yang salah kalau siswa tidak bisa mengingat materi dari gurunya?

Untuk mengatasi hal tersebut maka guru dituntut untuk mampu merancang sebuah metode pengajaran yang efektif dan efisien. Artinya bagaimana guru bisa meminimalisir dominasi guru di kelas (terutama dalam hal berbicara) dan siswa dapat lebih banyak mengingat dan memahami materi yang diterima dalam satu waktu pelajaran.

Karena peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka idealnya guru harus mampu menggabungkan berbagai gaya belajar siswa, mulai dari yang dominan belajar dengan gaya audio, visual maupun kinestetik. Namun pada kenyataannya guru dihadapkan pada kendala teknis yang membuat gabungan gaya belajar tersebut menjadi sulit diterapkan di kelas. Oleh karena itu guru kembali dituntut untuk mampu menghadirkan suasana belajar yang menyenangkan dan bisa menarik sebanyak mungkin perhatian dan minat siswa.

Berikut ada beberapa metode yang ditawarkan oleh banyak pakar dalam menyiasati kendala diatas, diantaranya adalah dengan :

Siswa diminta untuk mengemukakan kembali informasi dengan kalimat mereka sendiri

Guru mampu memberikan contoh yang dekat dengan kehidupan dan pengalaman mereka sehari-hari

Menerangkan dalam berbagai bentuk informasi (lisan, model, gambar, suara) dan situasi

Mengaitkan suatu materi dengan fakta atau gagasan lain yang tengah berkembang dilingkungan siswa

Menjelaskan dengan berbagai cara (berdiri, bergerak, intonasi dan mimik) atau melalui ceramah, latihan dan diskusi

Membuat lawan atau kebalikan ( sesuatu yang ganjil lebih mudah diingat) dari materi yang diterangkan

Tentunya metode tersebut harus ditunjang dengan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan. Dimana guru mampu menghadirkan suasana yang nyaman sehingga siswa mampu mengaktualisasikan dirinya tanpa hambatan dari rasa ketakutan dan kekhawatiran untuk melakukan kesalahan. Dalam merancang suasana yang aktif dan menyenangkan tersebut tentunya ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru, diantaranya :

Tidak semua belajar aktif berarti bersenang-senang dan bermain-main. Guru harus mampu menerangkan tujuan pokok atau indikator yang harus dipahami siswa dalam sebuah prose pembelajaran

Tetap menjaga konsentrasi siswa pada tema atau materi yang sedang dipelajari. Hal ini penting karena dalam membangun suasana belajar yang aktif dan menyenangkan, pertanyaan dan pembahasan siswa cenderung melebar dan mendalam.

Lebih rinci dalam mengatur waktu. Kegiatan yang berpusat pada siswa melahirkan sebuah konsekuensi waktu pembalajaran yang lebih lama sehingga siswa dapat maksimal mengeksplorasi pengetahuan dan pengalaman dalam kegiatan belajar tersebut

Tidak terjebak pada metode baku yang monoton atau menjemukan. Belajar aktif akan sangat tergantung pada kemampuan guru dalam mengakomodasi masukan dan usulan dari siswa tentang cara belajar. Misalnya siswa akanmengusulkan belajar pasar langsung di kantin sekolah atau langsung pergi ke pasar dekat sekolah.

Merangsang siswa untuk mau berkompetensi secara individual maupun kelompok dengan standar yang telah disepakati bersama

Guru berada pada posisi untuk memberikan makna dari setiap materi yang ditemukan siswa. Kurang pengalaman dan pengetahuan siswa secara utuh akan menghasilkan sebuah kesimpulan yang bias atau menyimpang dan guru wajib membenahi tanpa berarti menyalahkan.

Mempersiapkan metode dan perlengkapan dengan matang, karena kurangnya persiapan justru akan memakan waktu lebih banyak khususnya bila metode tersebut pertama kali dilaksanakan.

Lakukan evaluasi timbal balik dengan menggunakan tanya jawab atau kuisioner dari metode yang telah dilaksanakan sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang masih terjadi dalam metode tersebut.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita sebagai guru dalam mendampingi siswa belajar dan lebih lama mengingat dan memaknai materi.

Imam Wibawa Mukti,S.Pd (Koordinator akselerasi SMP Taruna Bakti)

imamwibawamukti@yahoo.co.id

MENCINTAI PROFESI GURU DENGAN SEPENUH HATI

Diawal kuliah, penulis merasa tidak yakin telah mengambil Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di salah satu universitas swasta di kota Bandung. Alasannya, selain memang bukan cita-cita dari kecil juga masih terbayang profesi guru yang menjadi profesi kelas dua, gaji yang kecil dengan berbagai pungutan yang besar, masa depan yang suram dan kehidupan serba apa adanya. Belum lagi tanggung jawab sebagai penjaga moral, etika, nilai agama dan dituntut menjadi teladan tidak hanya di depan siswa tapi juga di masyarakat pada umumnya.

Tapi apa yang terjadi kemudian, seiring waktu dan setelah mengenal ilmu serfta profesi guru di pertengahan semester perkuliahan, sedikit demi sedikit kepercayaan diri ini muncul. Berbagai buku yang dibaca turut membuka wawasan dan menimbulkan tantangan tersendiri bagi “pertarungan” di masa depan. Ditambah keyakinan pribadi tentang masa depan pendidikan yang cerah. Hal ini menjadi keyakinan saya, pada suatu saat, masyarakat dan negara akan menyadari bahwa pendidikan adalah pilar terpenting dalam membangun masa depan Indonesia yang lebih baik.

Sekarang penulis telah menjadi guru di sekolah swasta di kota Bandung. Tidak terasa telah memasuki tahun ke-sepuluh. Ah…telah lebih dari sembilan angkatan tahun pelajaran dilepas dan sedikit memberikan wawasan dan pengalaman kepada siswa untuk mampu menempuh tantangan lebih lanjut. Walaupun belum seberapa dibandingkan dengan guru-guru lain yang telah puluhan tahun melintang di dunia pendidikan, mungkin penulis belum ada apa-apanya. Tapi perasaan bahagia dan suka cita senantiasa mengisi relung hati tatkala tahun demi tahun kami korps guru berhasil melepas siswa dengan hasil maksimal. Pantas saja banyak orang bilang (siswa, orang tua siswa dan rekan sebaya) yang mengetakan, “guru mah awet muda dan selalu kelihatan tenang” atau “pak, saya sekarang sudah kuliah dan sebentar lagi lulus jadi dokter, tapi bapak mah keliatan ngga berubah, apa rahasianya pak?”. Mungkin ini pula perasaan yang dirasakan oleh guru-guru penulis yang pernah temui dan mereka masih sangat terlihat bahagia di masa pensiunnya.

Belum lagi berbagai kebijakan pemerintah yang sedikit demi sedikit mulai memperhatikan dunia pendidikan dan guru pada khususnya serta masyarakat yang menaruh ekspektasi yang sangat besar pada dunia pendidikan untuk terus menambah profesionalisme guru demi melahirkan generasi mendatang yang lebih baik, setelah “berbagai usaha dinilai telah gagal” menjadikan Indonesia lebih baik.

Sekarang, apa lagi hambatan bagi kita sebagai guru untuk menjadi lebih baik dan terus meningkatkan layanan terbaik bagi calon-calon pemimpin bangsa ini ? sudah saatnya sekolah berhenti menjadikan institusi pendidikan sebagai mesin penyedot uang dengan 1001 alasan. Saatnya guru menghentikan siswa menjadi obyek pendidikan tanpa dihormati hak-haknya sebagai manusia yang utuh dan unik. Sudah saatnya, guru mencintai profesi dengan sepenuh hati dan terus memperbaiki diri demi pendidikan bangsa yang lebih baik.

Mungkin banyak guru yang sudah mengenal “Zero Mind Process” (ESQ Leadership Training), bahwa ketika hati kita mengosongkan hati dari berbagai ketakutan, kekhawatiran, kekecewaan, penyakit hati dan berbagai tuntutan yang menekan perasaan, pada saat itu hanya “Ikhlas” yang menggelembung dalam hati maka yang ada dalam otak, perasaan dan kalbu hanyalah mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apa dampaknya pada proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru? Semangat, kepedulian dan pengabdian tulus sepenuh jiwa raga pada sekolah, siswa, masyarakat dan bangsa. Tidak ada lagi keluh kesah ! Tidak ada lagi penyesalan karena kita bergelut dengan anak manusia yang haus akan ilmu dan pendidikan.

Tanpa menghapuskan perjuangan guru untuk terus memperjuangkan hak dan menuntut sistem yang lebih baik di dunia pendidikan, tapi selayaknya semua perjuangan itu tidak menganggu kegiatan proses pembelajaran. Selayaknya, semua tuntutan tidak menjadikan hambatan kita dalam mengajar. Tahun ajaran baru telah menjelang dan siswa baru berharap mereka akan menemukan butir-butir kebijakan diri mereka melalui proses pendampingan guru yang bijak dan ikhlas.

Profesi dengan landasan cinta akan melahirkan roman muka, bahasa tubuh dan pikiran yang senantiasa dirasakan oleh siswa sebagai energi tanpa batas untuk mengeksplorasi kehidupan ini melalui belajar dengan senang hati. Teguran, marah, sanjungan dan hukuman akan sampai kepada siswa dalam koridor cinta kasih alksana kasih Tuhan ketika membimbing Adam mengenal nama-nama alam raya.

Semoga tulisan ini mampu menjadi suluh bagi percikan semangat untuk mencintai profesi guru dengan sepenuh hati.

Bandung, 21 Juni 2008

Imam Wibawa Mukti,S.Pd

Guru serta Koordinator Program Akselerasi SMP Taruna Bakti dan

Sekretaris Resource Center Keberbakatan Jawa Barat

Jln. LL.RE Martadinata 52 Bandung (022) 4261468

085624098017

MENGHADIRKAN SUASANA DEMOKRATIS DI KELAS

Mengapa “Tut Wuri Handayani” menjadi motto dunia pendidikan Indonesia? Padahal selain itu masih ada dua lagi landasan filosofi yang dikumandangkan dalam dunia pendidikan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai bapak pendidikan Indonesia yaitu “Ing ngarso Sung Tulodo” dan “Ing madyo mangun karso”.

Hal ini perlu benar-benar dipahami oleh semua pihak yang bergerak dalam dunia pendidikan, khususnya guru dalam menjalankan amanatnya sebagai pendidik. Pemilihan “Tut wuri handayani” sebagai semboyan pendidikan Indonesia mengandung makna bahwa guru tidak selalu harus berada di depan menjadi “penglima” dalam proses kegiatan belajar mengajar dan guru tidak menjadi satu-satunya sumber pengetahuan dan kebenaran bagi siswa-siswimya. Guru hanyalah orang yang harus mampu memberi makna dalam setiap proses pembelajaran dan membangun motivasi bagi siswanya untuk menyadari dan memaknai setiap proses belajar yang dialaminya.

Kata “panglima” yang saya maksud adalah, selama ini guru sering menganggap bahwa dirinya adalah subyek dari sebuah proses pembelajaran, sementara siswa adalah tak lebih dari sekedar obyek yang harus menerima setiap tahapan pembelajaran tanpa menyadarkan arti dirinya sebagai manusia yang utuh, yang mempunyai kebutuhan dan pengalaman dalam setiap tahap kehidupannya.

Demokratis yang dimaksud dalam kegiatan belajar di kelas adalah bagaimana kita, sebagai guru mampu membangun suatu suasana yang berlandaskan bahwa, belajar adalah dari siswa, oleh siswa dan untuk siswa. Suasana seperti ini sangat diperlukan agar siswa menyadari dan mengetahui untuk apa dirinya belajar, apa manfaatnya bagi mereka sehingga pada akhirnya mereka dapat menemukan makna dari setiap materi yang mereka pelajari serta manfaatnya dalam kehidupan mereka sekarang dan masa depan.

Suasana demokratis di kelas dapat dibangun melalui dua pilar, yang pertama adalah merubah paradigma guru dari “Teacher Center” menjadi “Student Center” . Paradigma ini akan membuka pikiran guru untuk mau menerima kebenaran sekecil apapun dari siswa. Siswa sebagai manusia yang mempunyai emosi dan perasaan akan terus berfikir dan mencari korelasi dari setiap materi yang dia dapat dengan kehidupannya sehari-hari, yang sangat mungkin materi yang diajarkan guru berbeda dengan nilai-nilai kehidupan yang dia peroleh dari keluarga dan masyarakat, sehingga setiap proses akan dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan kritis kritis dan membutuhkan jaaban praktis dari guru untuk memuaskan penasaran mereka.

Pilar yang kedua adalah keberanian guru dalam membiasakan dan mengajarkan kepada siswa tentang makna dari pembelajaran yang berpusat pada siswa sehingga setahap demi setahap siswa mampu mengaktualisasikan dirinya sebagai manusia dalam setiap pembelajaran yang dilaluinya. Tingkat kekritisan siswa pada suatu materi sangat tergantung pada kemampuan guru mengatur irama pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk mengemukakan pendapat secara terbuka dan jujur tanpa dihantui ketakutan. Suasana yang kondusif tersebut akan merangsang siswa untuk mempertanyakan segala hal, termasuk pertanyaan-pertanyaan yang agak “aneh” untuk ukuran kita sebagai guru. Terkadang kita terlalu sibuk dengan target kurikulum sehingga pertanyaan yang “aneh” tersebut selalu diabaikan atau mungkin kita tidak mau terlihat tidak menguasai materi sehingga membunuh hasrat mereka untuk bertanya, dengan dalih “menyimpang dari materi” atau “waktunya tidak cukup”. Sudah saatnya guru menyerahkan tongkat “panglima” itu kepada siswa-siswinya untuk lebih cerdas memaknai belajar secara mandiri.

Suasana demokratis yang kita bangun, pada akhirnya akan membawa dampak dimana akan terkesan guru adalah “terdakwa” di dalam pengadilan yang dihujani berbagai macam pertanyaan dan sanggahan dari siswa. Pada saat seperti itu, kita dituntut untuk mau dan mampu belajar dan berdebat secara terbuka, logis dan diplomatis, karena sebagai manusia guru pun tentunya tak mungkin tahu segalanya.

Kekhawatiran bahwa siswa tidak menghormati guru sebagai dampak dari proses belajar mengajar yang demokratis, akan hilang seiring dengan tingkat kedewasaan siswa melalui proses belajar yang terus menerus. Cara bicara, berpendapat, menerima sanggahan, dengan sendirinya akan mengkristal pada diri siswa begitu merkea berhadapan dengan suasana yang terbuka dan saling menghargai satu sama lainnya.

Adapun tujuan dari proses pembelajaran yang bersifat demokratis di kelas adalah menumbuhkan sebuah proses penyadaran dari dalam diri siswa bahwa belajar bukanlah sebuah proses yang menjemukan namun justru merangsang mereka untuk belajar lebih banyak. Selain itu, yang paling penting adalah menumbuhkan rasa saling menghargai pendapat dan kebenaran yang mungkin berasal dari siswa maupun guru.

Semoga tulisan singkat ini mampu menjadi bahan renungan dan wacana bagi kita semua untuk terus membenahi pendidikan dan kehidupan masyarakat Indonesia. Dimulai dari kita sebagai guru.

Imam Wibawa Mukti,S.Pd

Adsense ads


ShoutMix chat widget

Add your FEED icons here