Senin, 24 Mei 2010

Pengantar Psikologi Perpustakaan

Pengertian Psikologi

Menurut asal katanya, psikologi berasal dari kata Yunani ‘psyche’ yang berarti jiwa dan ogos’ yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Namun pengertian jiwa tidak pernah ada kesepakatan dari sejak dahulu. Di antara pendapat para ahli, jiwa bisa berarti ide, karakter atau fungsi mengingat, persepsi akal atau kesadaran. Psikologi adalah ilmu yang sedang berkembang dan pada hakikatnya psikologi dapat diterapkan pada setiap bidang dan segi kehidupan. Oleh karena itu cabang cabang psikologi bertambah dengan pesat, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan aktivitas kehidupan. Cabang cabang psikologi dapat digolongkan berdasarkan kekhususan bidang studinya, baik ilmu dasar (teoritis), maupun yang bersifat terapan (praktis). Penerapan psikologi berkembang ke berbagai aspek kehidupan manusia, demikian juga titik singgung dengan ilmu ilmu lain juga semakin banyak, misalnya dengan ilmu manajemen, ilmu ekonomi, ilmu perpustakaan, ilmu sosial dan sebagainya


Sejarah Perkembangan Psikologi

Di zaman Yunani Kuno para ahli falsafat mencoba mempelajari jiwa, seperti Plato menyebut jiwa sebagai ide, Aristoteles menyebut jiwa sebagai fungsi mengingat. Pada abad 17 filsuf Perancis Rene Descartes berpendapat bahwa jiwa adalah akal .atau kesadaran, sedangkan John Locke (dari Inggris) beranggapan bahwa jiwa adalah kumpulan idea yang disatukan melalui asosiasi. Sedangkan ilmuwan lain pada abad 18 mengaitkan jiwa dengan ilmu pengetahuan (faal), mereka berpendapat dengan jiwa yang dikaitkan dengan proses sensoris/motoris, yaitu pemrosesan rangsangan yang diterima oleh syaraf-syaraf indera (sensoris) di otak sampai terjadinya reaksi berupa gerak otot-otot (motorik).
MANUSIA DAN KEPRIBADIANNYA

Mengenal Manusia

Tidaklah mudah untuk memahami pengertian manusia. Dari aspek biologis manusia adalah makhluk mamalia yang tergolong dalam kelompok primata. Namun ternyata bahwa manusia bukan sekedar salah satu jenis hewan tertentu, melainkan mempunyai ciri-ciri khas manusia yang tidak dimiliki oleh hewan. Oleh karena itu kita akan salah kalau meninjau definisi manusia hanya dari aspek biologis saja. Hal ini mengharuskan pada kita untuk memahami manusia dari aspek agama. Salah satu pengertian manusia dari aspek agama, menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang terpilih dan dilengkapi dengan akal dan kekuatan untuk membuat pilihan. Karena manusia memiliki kekuatan akal dan kekuatan untuk bisa menentukan pilihan, maka ia ditunjuk untuk patuh kepada kehendak-kehendak Allah serta patuh kepada hukum-hukum-Nya. Dengan akal yang merupakan hidayah Allah, manusia dapat memilih apakah ia akan terbuai dalam lumpur endapan yang terdapat dalam dirinya ataukah ia akan meningkatkan dirinya menuju ke kutub mulia yakni menyerahkan diri kepada Allah. Dalam menentukan kehendak itu, terjadilah pertarungan terus-menerus dalam diri manusia.


Memahami Kepribadian Manusia

Untuk dapat memahami kepribadian tidak mudah karena kepribadian merupakan masalah yang kompleks. Kepribadian itu sendiri bukan hanya melekat pada diri seseorang, tetapi lebih merupakan hasil suatu pertumbuhan yang lama dalam suatu lingkungan budaya. Para ahli menyebutkan bahwa kepribadian adalah kesan yang ditimbulkan oleh sifat-sifat lahiriah seseorang, seperti cara berpakaian, sifat jasmaniah, daya pikat dan sebagainya. Disebutkan juga bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai makhluk yang bersifat psikofisik yang menentukan penyesuaian dirinya secara unik terhadap lingkungan. Ahli lain mengklasifikasikan seluruh ranah kepribadian dalam enam tipe yang sangat menonjol, yaitu tipe realistik, tipe penyelidik atau investigatif, tipe artistik, tipe sosial, tipe perintis atau enterpristing dan tipe konvensional. Kepribadian seseorang akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan pengalaman pribadi masing-masing. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian antara lain: perasaan bersalah, benci, cemas, kepercayaan yang diemban, harapan yang dicamkan dan kasih sayang yang diterima dari lingkungan. Dengan kita mencoba mengenal dan kemudian memahami istilah kepribadian, maka kemudian diharapkan akan mempermudah mengenal diri sendiri, baik kekuatan atau kelemahan yang ada. Dengan kita sudah mengenal diri sendiri akan sangat bermanfaat bagi diri pribadi dan lingkungan, terutama memperlancar tugas profesional kita.


PERSEPSI DAN INTERAKSI SOSIAL

Pemahaman Tentang Persepsi

Persepsi mempunyai dua pengertian, yaitu menunjuk kepada proses dan mengacu pada hasil proses itu sendiri. Persepsi bermula dari penginderaan, diolah ke alam pikiran dan berakhir dengan penafsiran. Persepsi dibedakan atas persepsi tentang benda dan persepsi sosial. Persepsi sosial banyak mengandung unsur-unsur subjektif. Persepsi diri berhubungan dengan konsepsi diri, harga diri, dan kepercayaan diri seseorang. Penilaian terhadap diri sendiri sangat menentukan sikap dan perilaku individu. Untuk membangun konsep diri yang positif dan harga diri yang kuat perlu pengenalan dan pengembangan diri.

Interaksi Sosial

Faktor penting yang menentukan terjadinya interaksi sosial adalah persepsi kita terhadap diri kita sendiri dan lingkungan. Daya tarik antarpribadi menjadi faktor yang menentukan juga untuk terwujudnya interaksi sosial. Yang mempengaruhi daya tarik antarpribadi, di antaranya ialah kesempatan untuk berinteraksi, baik yang berhubungan jarak fisik maupun jarak psikologis. Pendekatan untuk mengetahui daya tarik antar- pribadi, dapat dilakukan melalui pendekatan kognitif dan pendekatan formulasi pada hukum-hukum belajar.


MEMAHAMI MOTIVASI KERJA

Teori Kebutuhan dan Motivasi

Kebutuhan dan motivasi manusia sangat berpengaruh terhadap produktivitas manusia tersebut. Menurut Maslow kebutuhan manusia, diklasifikasikan ke dalam lima tingkat yang berbeda yaitu:

1.

Fisiologis
2.

Keamanan
3.

Sosial
4.

Ego/harga diri
5.

Perwujudan diri

Dengan mengetahui tingkat-tingkat kebutuhan tersebut maka seorang pemimpin suatu lembaga dapat memotivasi bawahannya berdasarkan tingkat kebutuhan karyawan yang bersangkutan secara individual.

Motivasi sendiri mempunyai pengertian suatu dorongan psikologis dari dalam diri seseorang yang menyebabkan ia berperilaku secara tertentu terutama di dalam lingkungan ia bekerja.

Dikenal ada tiga model motivasi yaitu:

1.

model tradisional
2.

model hubungan manusia
3.

model sumber daya manusia


Masalah Insentif

Insentif merupakan salah satu hal yang dapat menggerakkan karyawan. Insentif sendiri dapat berbentuk bermacam-macam, namun yang paling populer dan paling banyak digunakan adalah berbentuk uang atau materi.

Memimpin merupakan tugas yang cukup kompleks karena seorang pemimpin bertugas mempengaruhi para karyawan agar mereka mau melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya secara efisien dan efektif sehingga tujuan organisasi dapat dicapai.

Salah satu faktor yang mempengaruhi maju mundurnya suatu organisasi atau lembaga adalah kualitas pemimpinnya. Pemimpin disini didefinisikan sebagai seorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi. Sedangkan kepemimpinan merupakan cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahannya.

Ada tiga tipe kepemimpinan yaitu:

1.

kepemimpinan otoriter
2.

kepemimpinan partisipatif
3.

kepemimpinan delegatif

Konflik biasanya muncul bila dua orang/kelompok atau lebih saling berinteraksi. Konflik biasanya muncul dari faktor individu, dari faktor interaksi itu sendiri, dan faktor kondisi organisasi.

Dalam menghadapi konflik maka ada tiga sikap yang dapat kita lakukan yaitu: bersikap pasif, bersikap menekan, dan mengatur atau memanajemeni konflik tersebut.


MEMAHAMI PERANAN KOMUNIKASI DALAM PERPUSTAKAAN

Dasar-dasar Komunikasi Untuk Perpustakaan

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian dan penerimaan berita, pesan atau informasi dari seseorang ke orang lain. Suatu komunikasi yang tepat tidak bakal terjadi, kalau tidak ada sumber (penyampai atau komunikator) berita (pesan) menyampaikan secara tepat dan penerima berita (komunikan) menerimanya tidak dalam bentuk yang salah karena adanya gangguan. Namun demikian, komunikasi dalam kenyataannya tidak seperti yang dikatakan itu. Masih terdapat sejumlah kemungkinan penghalang, dan penyaring di dalam saluran komunikasi. Pengirim (komunikator) mencoba untuk mengkodekan berita, pesan atau buah pikirannya kedalam suatu bentuk yang dianggapnya paling tepat. Kemudian kode-kode tersebut dikirimkan, dan penerima (komunikan) berusaha memahami kode tersebut. Tetapi di dalam proses perjalanan berita tadi banyak terdapat serangkaian persepsi atau gangguan yang dapat mengurangi kejelasan dan ketepatan pesan atau berita. Halangan paling besar untuk mencapai komunikasi yang efektif adalah jika terjadi aneka macam persepsi atau gangguan. Misalnya, komunikator menyampaikan pesan dengan tidak jelas dan menggunakan saluran transmisi yang salah mungkin si komunikan sedang memikirkan hal lain pada saat ia harus menerima pesan tersebut. Dalam kondisi seperti itu ia hanya mendengar tetapi mungkin tidak tahu tentang isi pesannya.


Peranan Komunikasi dalam Perpustakaan

Termasuk dalam manusia berorganisasi seperti di lingkungan perpustakaan. Lewat komunikasi manusia dapat menyampaikan keinginan cita-cita, perencanaan pada orang lain. Makin jelas dan efektif berlangsungnya komunikasi makin banyak pula informasi yang dibutuhkan. Oleh karena itu keberadaan perpustakaan sebagai unit pengelola informasi sangat penting untuk mendukung terjadinya komunikasi yang efektif di masyarakat.

Komunikasi memainkan peranan yang sangat penting sebagai sarana hubungan antar- individu dan kelompok masyarakat untuk mengembangkan saling pengertian dan kerja sama antarmanusia yang lebih baik.

Kemajuan pada bidang informasi dan komunikasi tidak hanya disebabkan oleh adanya penemuan-penemuan teknologi baru, namun juga disebabkan oleh semakin tumbuhnya kesadaran orang atau individu dan bangsa akan adanya kesempatan dan kebutuhan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan, termasuk kebutuhan akan adanya informasi. Jadi dapat dikatakan bahwa informasi merupakan bagian dari komunikasi. Tanpa informasi proses komunikasi tidak akan bisa berjalan dengan baik. Dengan demikian maka kehadiran perpustakaan sebagai pengelola informasi menjadi pendukung dan pelancar proses komunikasi. Demikian pula sebaliknya bahwa perpustakaan sebagai organisasi membutuhkan bentuk komunikasi yang efektif dan efisien untuk berjalannya organisasi tersebut dengan baik.


MASYARAKAT INFORMASI DAN PROFESIONALITAS PUSTAKAWAN

Memahami Masyarakat Informasi

Kalau kita amati dengan cermat, maka untuk dapat hidup efektif, harus hidup dengan cukup informasi. Oleh karena itu komunikasi dan informasi merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena manusia merupakan bagian dari masyarakat. Kenyataan seperti ini tidak dapat diingkari kebenarannya. Sebab hanya orang, masyarakat atau bangsa yang mempunyai banyak informasi yang dapat berkembang pesat. Dengan informasi orang dapat mengetahui apa yang telah, sedang, dan akan terjadi. Dan dengan informasi pula orang dapat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki hidupnya. Revolusi industri ditandai oleh adanya perkembangan yang pesat di bidang Iptek. Dan dengan teknologi manusia menciptakan sarana informasi yang sifatnya elektronis, seperti radio, televisi, film, video, penerbitan, dan teknologi informasi yang lain. Setelah lewat masa perkembangan era industri kemudian berkembang era pasca industri. Era pasca industri inilah yang dikenal dengan era informasi, atau era globlisasi informasi, yang ditandai dengan makin berperannya informasi di hampir semua sektor kehidupan masyarakat.

Sekarang ini banyak orang berbicara tentang globalisasi informasi ataupun ciri-ciri masyarakat informasi, baik dalam bentuk seminar atau diskusi yang membahas masalah ini. Globalisasi ini menunjukan pada pengertian pembauran atau kesamaan dalam hampir segala aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang Iptek, ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

Pendekatan Psikologis Dalam Peningkatan Pelayanan Perpustakaan

Menjadi seorang yang profesional bukanlah sesuatu yang mudah. Kita dilahirkan tidak dengan menyandang predikat profesional. Oleh karena itu kita semua ingin sukses dalam berkarier atau bekerja. Kita perlu ketekunan dan terus-menerus bekerja keras untuk dapat berhasil atau sukses dalam bekerja.

Untuk mengembangkan layanan perpustakaan dituntut adanya sikap profesional dari petugas perpustakaan atau pustakawan. Tanpa sikap profesional bagaimanapun modern, lengkap dan canggihnya perpustakaan tersebut akan kurang berarti. Sehingga perlu dikembangkan dengan baik upaya-upaya peningkatan profesionalitas pustakawan dalam rangka peningkatan layanan perpustakaan.

Sumber Buku Psikologi Perpustakaan Karya Toha Nursalam

DIarsipkan di bawah: Pembinaan Perpustakaan

Kamis, 20 Mei 2010

PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MEMBANGUN KEBERADABAN BANGSA

Mengawali tulisan ini, patut kiranya kita memberikan “makna” lebih tentang tema besar yang diangkat pada acara Hari Pendidikan Nasional tahun 2010 yakni ”Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa”. Karena Dunia pendidikan diharapkan sebagai motor penggerak untuk memfasilitasi perkembangan karakter, sehingga anggota masyarakat mempunyai kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis dengan tetap memperhatikan sendi-sendi Nagara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan norma-norma sosial di masyarakat yang telah menjadi kesepakatan bersama.

”Dari mana asalmu tidak penting, Ukuran tubuhmu juga tidak penting, Ukuran Otakmu cukup penting, ukuran hatimu itulah yang sangat penting” karena otak (pikiran) dan kalbu hati yang paling kuat menggerak seseorang itu ”bertutur kata dan bertindak” Simak, telaah, dan renungkan dalam hati apakah telah memadai ”wahana” pembelajaran memberikan peluang bagi peserta didik untuk multi kecerdasan yang mampu mengembangkan sikap-sikap; kejujuran, integritas, komitmen, kedisipilinan, visioner, dan kemandirian.

http://www.jugaguru.com
Jumat, 07 Mei 2010 13:51:15


Sejarah memberikan pelajaran yang amat berharga, betapa perbedaan, pertentangan, dan pertukaran pikiran itulah sesungguhnya yang mengantarkan kita ke gerbang kemerdekaan. Melalui perdebatan tersebut kita banyak belajar, bagaimana toleransi dan keterbukaan para Pendiri Republik ini dalam menerima pendapat, dan berbagai kritik saat itu. Melalui pertukaran pikiran itu kita juga bisa mencermati, betapa kuat keinginan para Pemimpin Bangsa itu untuk bersatu di dalam satu identitas kebangsaan, sehingga perbedaan-perbedaan tidak menjadi persoalan bagi mereka.

Karena itu pendidikan karakter harus digali dari landasan idiil Pancasila, dan landasan konstitusional UUD 1945. Sejarah Indonesia memperlihatkan bahwa pada tahun 1928, ikrar “Sumpah Pemuda” menegaskan tekad untuk membangun nasional Indonesia. Mereka bersumpah untuk berbangsa, bertanah air, dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Ketika merdeka dipilihnya bentuk negara kesatuan. Kedua peristiwa sejarah ini menunjukan suatu kebutuhan yang secara sosio-politis merefleksi keberadaan watak pluralisme tersebut. Kenyataan sejarah dan sosial budaya tersebut lebih diperkuat lagi melalui arti simbol “Bhineka Tunggal Ika” pada lambang negara Indonesia.

Dari mana memulai dibelajarkannya nilai-nilai karakter bangsa, dari pendidikan informal, dan secara pararel berlanjut pada pendidikan formal dan nonformal. Tantangan saat ini dan ke depan bagaimana kita mampu menempatkan pendidikan karakter sebagai sesuatu kekuatan bangsa. Oleh karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka membangun bangsa ini. Hal ini tentunya juga menuntut adanya dukungan yang kondusif dari pranata politik, sosial, dan budaya bangsa.

”Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa”, adalah kearifan dari keaneragaman nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat. Kearifan itu segera muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural yang terjadi. Oleh karena itu pendidikan harus diletakan pada posisi yang tepat, apalagi ketika menghadapi konflik yang berbasis pada ras, suku dan keagamaan. pendidikan karakter bukanlah sekedar wacana tetapi realitas implementasinya, bukan hanya sekedar kata-kata tetapi tindakan dan bukan simbol atau slogan, tetapi keberpihak yang cerdas untuk membangun keberadaban bangsa Indonesia. Pesan akhir tulisan ini, berikan layanan yang terbaik kepada Pendidik dan Tenaga Kependidikan sehingga terwujud masyarakat yang ”beradab” yang mengimplementasikan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia........ Pembiasaan berperilaku santun dan damai adalah refreksi dari tekad kita sekali merdeka, tetap merdeka. (Muktiono Waspodo)

Minggu, 16 Mei 2010

Hari Ini, UN Ulangan SMP Dimulai

Liputan6.com, Jakarta: Ujian Nasional ulangan digelar mulai Senin (17/5) hingga Kamis esok di sejumlah sekolah. Di Jakarta Utara, gelaran ujian ulangan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dibagi menjadi dua subrayon. Subrayon 01 diadakan di SMP Negeri 216, sementara subrayon 02 di SMPN 5, Jakarta Pusat.
Gelaran ujian di subrayon 01 bertempat di gedung sekolah SMP 216 hari ini dihadiri 787 siswa. Dimulai dari pukul 07.00 WIB, para peserta UN ulangan mengerjakan soal Bahasa Indonesia. Sementara di Jakpus ada 2.661 anak yang tak lulus pelajaran Bahasa Indonesia, 2.292 anak gagal lulus Bahasa Inggris, 2.257 anak tidak lulus Matematika, dan 2.162 anak tidak lulus IPA.

Mengenai perbedaan soal UN ulangan dengan UN sebelumnya, Kepala Subrayon 01 yang juga Kepala Sekolah SMP 216 Nasrul Narun memastikan perbedaan soal. "Soal berubah, namun kisi-kisinya sama. Pengumuman hasil UN ulangan akan keluar pada Juni mendatang," jelas Nasrul.

Di depan gedung sekolah, tampak para orang tua yang mengantar sekaligus menunggu anak-anak mereka mengikuti ujian. Mereka memberi dukungan dan doa untuk anak-anak mereka. Bu Emi contohnya, setia menunggu Dini, putrinya yang bersekolah di SMP Trisula. Dini mengikuti ujian ulang hari ini karena tidak lulus pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.(PAG/AIS)

Karakter Yang Kita Abaikan Itu (Menggagas Pendidikan Karakter)

Dasar antropologis setiap pemikiran tentang pendidikan karakter adalah keberadaan manusia sebagai penghayat nilai.

Keberadaan seperti ini menggambarkan struktur dasar manusia sebagai mahluk yang memiliki kebebasan, namun sekaligus sadar akan keterbatasannya. Dinamika struktur manusia yang seperti inilah yang memungkinkan pendidikan karakter menjadi sebuah pedagogi. Dengannya manusia menghayati transendensi dirinya dengan cara membaktikan diri pada nilai-nilai yang diyakininya sebagai berharga bagi dirinya sendiri serta bagi komunitas di mana individu tersebut berada.

Setiap kali kita berbicara tentang pendidikan karakter, yang kita bicarakan adalah tentang usaha-usaha manusiawi dalam mengatasi keterbatasan dirinya melalui praksis nilai yang yang dihayatinya. Usaha ini tampil dalam setiap perilaku dan keputusan yang diambilnya secara bebas. Keputusan ini pada gilirannya semakin mengukuhkan identitas dirinya sebagai manusia.Dasar antropologis setiap pemikiran tentang pendidikan karakter adalah keberadaan manusia sebagai penghayat nilai.

Keberadaan seperti ini menggambarkan struktur dasar manusia sebagai mahluk yang memiliki kebebasan, namun sekaligus sadar akan keterbatasannya. Dinamika struktur manusia yang seperti inilah yang memungkinkan pendidikan karakter menjadi sebuah pedagogi. Dengannya manusia menghayati transendensi dirinya dengan cara membaktikan diri pada nilai-nilai yang diyakininya sebagai berharga bagi dirinya sendiri serta bagi komunitas di mana individu tersebut berada.

Setiap kali kita berbicara tentang pendidikan karakter, yang kita bicarakan adalah tentang usaha-usaha manusiawi dalam mengatasi keterbatasan dirinya melalui praksis nilai yang yang dihayatinya. Usaha ini tampil dalam setiap perilaku dan keputusan yang diambilnya secara bebas. Keputusan ini pada gilirannya semakin mengukuhkan identitas dirinya sebagai manusia.

Karakter

Istilah karakter sendiri sesungguhnya menimbulkan ambiguitas. Karakter, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “karasso”, berarti ‘cetak biru’, ‘format dasar’, ‘sidik’ seperti misalnya dalam sidik jari. Dalam tradisi Yahudi, misalnya, para tetua melihat alam, seperti, laut, sebagai sebuah karakter, yaitu sebagai sesuatu yang bebas, tidak dapat dikuasai manusia, mrucut seperti menangkap asap. Karakter adalah sesuatu yang tidak dapat dikuasai oleh intervensi manusiawi, seperti, ganasnya laut dengan gelombang pasang dan angin yang menyertainya. Mereka memahami karakter seperti lautan, tidak terselami, tak dapat diintervensi. Karena itu, berhadapan dengan apa yang memiliki karakter, manusia tidak dapat ikut campur tangan atasnya. Manusia tidak dapat memberikan bentuk atasnya. Sama seperti bumi, manusia tidak dapat membentuknya sebab bumi memiliki karakter berupa sesuatu yang ‘mrucut’ tadi. Namun sekaligus, bumi itu sendirilah yang memberikan karakter pada realitas lain.

Tentang ambiguitas terminologi ‘karakter’ ini, Mounier, mengajukan dua cara interpretasi. Ia melihat karakter sebagai dua hal, yaitu pertama, sebagai sekumpulan kondisi yang telah diberikan begitu saja, atau telah ada begitu saja, yang lebih kurang dipaksakan dalam diri kita. Karakter yang demikian ini dianggap sebagai sesuatu yang telah ada dari sononya (given). Kedua, karakter juga bisa dipahami sebagai tingkat kekuatan melalui mana seorang individu mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter yang demikian ini disebutnya sebagai sebuah proses yang dikehendaki (willed).
Karakter sebagai suatu kondisi yang diterima tanpa kebebasan dan karakter yang diterima sebagai kemampuan seseorang untuk secara bebas mengatasi keterbatasan kondisinya ini membuat kita tidak serta merta jatuh dalam fatalisme akibat determinasi alam, ataupun terlalu tinggi optimisme seolah kodrat alamiah kita tidak menentukan pelaksanaan kebebasan yang kita miliki. Melalui dua hal ini kita diajak untuk mengenali keterbatasan diri, potensi-potensi, serta kemungkinan-kemungkinan bagi perkembangan kita. Untuk itulah, model tipologi yang lebih menekankan penerimaan kondisi natural yang dari sononya tidak cocok. Cara-cara ini hanya salah satu cara dalam memandang dan menilai karakter.

Karena itu, tentang karakter seseorang kita hanya bisa menilai apakah seorang itu memiliki karakter kuat atau lemah. Apakah ia lebih terdominasi pada kondisi-kondisi yang telah ada dari sononya atau ia menjadi tuan atas kondisi natural yang telah ia terima. Apakah yang given itu lebih kuat daripada yang willed tadi. Orang yang memiliki karakter kuat adalah mereka yang tidak mau dikuasai oleh sekumpulan realitas yang telah ada begitu saja dari sononya. Sedangkan, orang yang memiliki karakter lemah adalah orang yang tunduk pada sekumpulan kondisi yang telah diberikan kepadanya tanpa dapat menguasainya. Orang yang berkarakter dengan demikian seperti seorang yang membangun dan merancang masa depannya sendiri. Ia tidak mau dikuasai oleh kondisi kodratinya yang menghambat pertumbuhannya. Sebaliknya, ia menguasainya, mengembangkannya demi kesempurnaan kemanusiaannya.

Orang yang terlalu dikuasai oleh situasi kondisi yang dari sononya itu, dalam tingkatan yang paling ekstrem bisa jatuh dalam fatalisme. Ekspresi umum orang seperti ini adalah, “karakter saya memang demikian. Mau apa lagi?” “Saya menjadi demikian ini sudah dari sono-nya. Inilah takdir dan keberuntungan hidup saya”. Semua ini seolah ada di luar kendali dirinya. Karena itu tidak ada gunanya lagi mencoba mengatasinya. Sebab jika sesuatu itu telah ditentukan dari sononya, manusia ini hanya semacam wayang yang tergantung dari gerakan tangan sang dalang. Kalau saatnya masuk kotak ya kita tinggal masuk kotak saja. Saat tampil, ya kita tampil. Fatalisme seperti ini sangat kontraproduktif dengan cita-cita sebuah pendidikan yang merupakan sebuah intervensi sadar dan terstruktur agar manusia itu semakin dapat memiliki kebebasan sehingga mampu lebih gesit dan lincah dalam menempa dan membentuk dirinya berhadapan dengan determinasi alam dalam dirinya.

Manusia memiliki struktur antropologis yang terbuka ketika berhadapan dengan fenomena kontradiktif yang ditemukan dalam dirinya, yaitu, antara kebebasan dan determinasi, antara karakter yang stabil dengan ekspresi periferikal atasnya yang sifatnya lebih dinamis dan mudah berubah.

Dengan gambaran manusia seperti ini, Mounier menegaskan bahwa individu itu selalu bergerak maju mengarah ke masa depan. Aku bukanlah sekumpulan masa laluku. Aku adalah sebuah gerak menuju masa depan, yang senantiasa berubah menuju kepenuhan diriku sebagai manusia yang lebih besar. Aku adalah apa yang dapat aku kerjakan, aku lakukan, yang membuatku menjadi seperti yang aku ingini. Aku mengatasi apa yang ada dalam diriku saat ini. Aku adalah apa yang masih bisa aku harapkan daripada sekedar hal-hal yang telah aku peroleh selama ini. Jadi, manusia memiliki kemampuan untuk berharap dan bermimpi, sebab harapan dan impian ini merupakan semacam daya dorong yang membuatnya mampu secara optimis menatap masa depan dengan mempertimbangkan daya-daya aktualnya yang sekarang ini ia miliki.

Karakter merupakan struktur antropologis manusia, tempat di mana manusia menghayati kebebasannya dan mengatasi keterbatasan dirinya. Struktur antropologis ini melihat bahwa karakter bukan sekedar hasil dari sebuah tindakan, melainkan secara simultan merupakan hasil dan proses. Dinamika ini menjadi semacam dialektika terus menerus dalam diri manusia untuk menghayati kebebasannya dan mengatasi keterbatasannya. Karakter merupakan kondisi dinamis struktur antropologis individu, yang tidak mau sekedar berhenti atas determinasi kodratinya melainkan juga sebuah usaha hidup untuk menjadi semakin integral mengatasi determinasi alam dalam dirinya demi proses penyempurnaan dirinya terus menerus. (16 Agustus 2008)

Sumber:
Doni Koesoema, A. (2007). Tiga Matra Pendidikan Karakter. Dalam Majalah BASIS, Agustus-September 2007.
http://pendidikankarakter.org/index.php?news&nid=2
25 Mei 2009
http://karakterbangkit.blogspot.com/
Sumber: http://www.learningresources.com/images/en_US/local/products/detail/prod2288_dt.jpg 

sumber gambar :
foriegnmoviesddl.com

Jumat, 14 Mei 2010

Siswa Cerdas Istimewa di Luar Negeri

JAKARTA- Siswa cerdas istimewa/bakat istimewa (CI/BI) selama ini lebih banyak yang melanjutkan studi ke luar negeri. Tak jarang mereka tidak ingin pulang karena memperoleh tingkat kesejahteraan yang lebih baik. ”Karena itu perlu dimunculkan perasaan ‘berhutang’ sehingga ketika sudah berhasil, mereka akan mengabdikan ilmu dan kompetensinya kepada negara,” ujar Sekjen Asosiasi Penyelenggara, Pengembang, dan Pendukung Pendidikan Khusus untuk Siswa Cerdas/Berbakat Istimewa (Asosiasi CB/BI), Amril Muhammad, dalam seminar ‘Peningkatan Pelayanan Pembelajaran MIPA Terhadap Siswa CI/BI’, Kamis (29/1).

Menurut Amril, alokasi pembiayaan kegiatan pembelajaran bagi siswa CI/BI selama ini lebih besar ditanggung oleh orang tua siswa. Akibatnya, keinginan mereka untuk ‘berbakti’ kepada negara di masa depan relatif rendah. Karena itu, kata Amril, perlu mengupayakan akses dana lain untuk menopang kebijakan pemerintah mengenai sekolah gratis tingkat SD dan SMP.

Amril mengatakan, sekitar satu juta anak usia sekolah yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa dengan IQ di atas 125 belum terlayani pendidikan yang sesuai kebutuhan mereka. ”Padahal, anak-anak unggul ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang mampu mengembangkan potensi dan keistimewaan mereka,” ujar Amril.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, ada 52,9 juta anak usia sekolah. Artinya, terdapat sekitar 1,05 juta anak CI/BI istimewa di Indonesia. Namun yang sudah terlayani di sekolah akselerasi masih sangat kecil, yaitu 4.510 orang atau baru sekitar 0,43 persen.
Namun, layanan pendidikan yang didapatkan anak-anak cerdas istimewa ini belum mampu memunculkan keunggulan mereka. ”Kompetensi anak-anak ini tidak menonjol, baru sekadar mengembangkan kepintaran. Karena itu, harus ada perbaikan dalam layanan pendidikan pada anak-anak ini,” kata Amril.

Sumber: http://ng.republika.co.id/koran/42/28763/Siswa_Cerdas_Istimewa_ke_Luar_Negeri

KUALITAS GURU SEBAGAI KUNCI UTAMA DALAM KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

Mengapa Perlu
Kurikulum Berbasis Kompetensi?
Ide Lahirnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) didasarkan pada pemikiran bahwa bakat dan kemampuan peserta didik pada tiap jenjang dalam satuan pendidikan berbeda-beda sehingga diperlukan suatu kurikulum yang memungkinkan setiap anak didik memiliki kompetensi dasar sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing.
Kurikulum lama dianggap telah tidak memadai lagi untuk mencapai tujuan
pendidikan modern. Pada dasarnya kurikulum ini hanya dilihat sebagai acuan
dasar yang harus diterjemahkan lebih jauh oleh guru dengan melihat potensi
masing-masing anak. Guru bertindak sebagai fasilitator dengan siswa sebagai
subyek. Siswa harus aktif mempresentasikan ide-idenya, mencari solusi atas
masalah yang dihadapi dan menentukan langkah-langkah yang harus diambilnya. Dengan
demikian KBK menuntut agar guru
tidak lagi bertumpu pada paradigma lamanya dimana dirinya sebagai pusat
kegiatan dan tujuan perubahan. Tidak ada lagi kegiatan ''talk and chalk'' dan siswa hanya ''sit, listen, and quote''. Ada perubahan mendasar pada konsep,
metode dan strategi dalam mengajar termasuk assesment
(penilaian)-nya.
KBK juga menuntut
guru untuk familiar dengan teknologi informasi, dapat mengakses internet, akrab
dengan ilmu pengetahuhan, teknologi, dan seni, serta memahami hubungan antara
bidang studinya dengan bidang studi lannya terutama pada penerapannya dalam
kehidupan nyata.

Tuntutan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) tersebut tampaknya belum sepenuhnya dapat
terpenuhi. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab kenapa hal tersebut tidak
terpenuhi. Dari sekian banyak penyebabnya, berikut dipaparkan secara ringkas
alasan-alasan mendasar kenapa Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan.

Mutu
Guru Kendala Terbesar Kurikulum 2004Berdasarkan fakta, mutu guru di Indonesia masih jauh dari
memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar macam kurikulum
berbasis kompetensi ini. Berdasarkan statistik, 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43%
SMA, 34% SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing.
Selain itu 17,2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang
studinya. KUALITAS SDM kita adalah urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human Development Index.

Guru-guru masih terjebak pada filosofi dan pendekatan
lamanya. Hal ini nampak jelas pada evaluasi yang mereka lakukan. Evaluasi yang
digunakan oleh para guru dilapangan masih berpedoman pada paradigma lama yang
hanya mengukur kemampuan kognitif dengan bentuk-bentuk evaluasi yang hampir
tidak berubah sama sekali dengan kurikulum sebelumnya. Kesulitan utama pada
guru-guru adalah ketidakpahaman mereka mengenai apa dan bagaimana melakukan
evaluai dengan portofolio. Karena ketidakpahaman ini mereka kembali kepada pola
assesment lama dengan tes-tes dan ulangan-ulangan yang cognitive-based semata.
Tidak adanya model sekolah yang bisa dijadikan sebagai rujukan membuat para
guru tidak mampu melakukan perubahan, apalagi lompatan, dalam proses
peningkatan kegiatan belajar mengajarnya. Secara nasional maupun lokal guru tidak ditempatkan
sebagai SDM strategis untuk melakukan perubahan (dibandingkan dengan
negara-negara tetangga sekalipun). Disamping kualitas guru yang masih rendah,
mereka juga masih dibayar rendah - honor guru kontrak masih dibawah UMR.
Sebaliknya di Jepang, meskipun bukan profesi dengan pendapatan tertinggi, guru
adalah warganegara terhormat dimana semua profesi lainnya hormat padanya. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISTEM
PENDIDIKAN NASIONAL sebetulnya sudah sangat jelas mengatur bahwa evaluasi hasil
belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik (baca: guru) untuk memantau
proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan.

Bagaimana
Kualitas Guru Yang Dibutuhkan Agar KBK Biukses?

Untuk mencapai itu semua diperlukan guru-guru yang memang
memiliki kualifikasi tinggi pada bidangnya. Syarat utama bagi guru untuk dapat
mengajarkan KBK dengan baik adalah
guru yang memiliki kapasitas penguasaan materi yang telah memadai. Guru harus
benar-benar kompeten dengan materi yang akan diberikannya. Guru yang tidak
kompeten tentu tidak akan dapat menghasilkan siswa yang kompeten.

Prof. Suyanto Ph.D, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta mengemukakan:

"Guru
harus diajak berubah dengan dilatih terus menerus dalam pembuatan satuan
pelajaran, metode pembelajarannya yang berbasis Inquiry, Discovery, Contextual
Teaching and Learning, menggunakan alat bantunya, menyusun evaluasinya,
perubahan filosofisnya, dll." Sedangkan Achmad Sapari, Kasi Kurikulum Subdiknas TK/SD
Dindik Kab. Ponorogo mengatakan:

"Guru
harus terus ditingkatkan sensifitasnya dan kreatifitasnya. Sensifitas adalah
kemampuan guru untuk mengembangkan kepekaan-kepekaan paedagogisnya untuk
kepentingan pembelajaran." Mengacu pada kedua pendapat diatas, guru juga harus
memiliki komitmen yang benar-benar tinggi dalam usaha untuk mengembangkan
kurikulum ini. Guru yang memiliki motivasi rendah tidak akan dapat melaksanakan
KBK ini karena KBK menuntut kerja keras guru untuk mempersiapkan dan
melaksanakannya di kelas.

Setelah itu berikan pelatihan tentang KBK ini sebanyak-banyaknya dan biarkan mereka berkreasi di kelas.
Kalau perlu magangkan mereka ke sekolah-sekolah internasional agar mereka
melihat langsung bagaimana pendekatan competence-
based ini dilakukan di kelas. Berikan otonomi seluas-luasnya pada mereka
untuk mengembangkan kurikulum.

Jika kesemua guru mendapatkan pemahaman yang mendasar dan
melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagaimana tuntutan KBK itu sendiri, maka dapat dikatakan kualitas guru dalam mengembangkan
Kurikulum Berbasis Kompetensi cukup
baik, profesional, dan sukses dalam menjalankan tugasnya.

Mengenal Lebih Dekat Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

Pengantar:
Tulisan berikut ini diambilkan dari suntingan makalah TOT Manajemen Efektif dan Pembelajaran Aktif Dosen PTAIN se-Indonesia di UIN Yogyakarta tahun 2004. Membaca gagasan dalam tulisan ini kita akan mendapatkan penjelasan yang memdai tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Esensi dari munculnya KBK adalah sejalan dengan makna arus pembaharuan pendidikan dan pembelajaran yang selalu dilaksanakan dari waktu ke waktu dan tak pernah berhenti. Pendidikan dan pembelajaran berbasis kompetensi merupakan contoh hasil perubahan dimaksud dengan tujuan untuk meningkatkan kulitas pendidikan dan pembelajaran. Apa dan bagaimaimana selanjutnya dapat mengikuti alur fikiran dalam tulisan ini (Gja).
Masa depan kita ditandai dan dibanjiri oleh informasi tehnologi dan juga perubahan yang amat cepat (massif). Hal ini dikarenakan masyarakat dunia telah terjangkiti oleh revolusi di bidang ilmu, teknologi dan seni, serta arus globalisasi, sehingga menuntut kesiapan semua pihak untuk menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Artinya kita harus mampu menghadapi masyarakat yang sangat kompleks dan global.
Dalam konteks inilah pembaharuan dalam bidang pendidikan dan pembelajaran selalu dilaksanakan dari waktu ke waktu dan tak pernah henti (never ending process). Pendidikan dan pembelajaran berbasis kompetensi merupakan contoh hasil perubahan dimaksud dengan tujuan untuk meningkatkan kulitas pendidikan dan pembelajaran.
Pendidikan berbasis kompetensi menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi yang sering disebut dengan standar kompetensi adalah kemampuan yang secara umum harus dikuasai lulusan. Kompetensi menurut Hall dan Jones (1976: 29) adalah "pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur". Kompetensi (kemampuan) lulusan merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global, karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia. Oleh karena. itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat global. Implikasi pendidikan berbasis kompetensi adalah pengembangan silabus dan sistem penilaian berbasiskan kompetensi.
Paradigma pendidikan berbasis kompetensi yang mencakup kurikulum, pembelajaran, dan penilaian, menekankan pencapaian hasil belajar sesuai dengan standar kompetensi. Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada siswa/mahasiswa melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip pengembangan pembelajaran yang mencakup pemilihan materi, strategi, media, penilaian, dan sumber atau bahan pembelajaran. Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai siswa/mahasiswa dapat dilihat pada kemampuan siswa/mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang harus dikuasai sesuai dengan staniar prosedur tertentu.
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kurikulum dapat dimaknai sebagai: suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kuahtas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian ini mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kuahtas yang harus dimiliki seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut aspek lain dari makna kurikulum adalah pengalaman belajar. Pengalaman belajar di sini dimaksudkan adalah pengalaman belajar yang dialami oleh peserta didik seperti yang direncanakan dalam dokumen tertuhs. Pengalaman belajar peserta didik tersebut adalah konsekuensi langsung dari dokumen tertulis yang dikembangkan oleh dosen/instruktur/pendidik. Dokumen tertulis yang dikembangkan dosen ini dinamakan Rencana Perkuliahan/Satuan Pembelajaran. Pengalaman belajar ini memberikan dampak langsung terhadap hasil belajar mahasiswa. Oleh karena itu jika pengalaman belajar ini tidak sesuai dengan rencana tertulis maka hasil belajar yang diperoleh peserta didik tidak dapat dikatakan sebagai hasil dari kurikulum.
Ada enam dimensi pengembangan kurikulum untuk pendidikan tinggi yaitu pengembangan ide dasar untuk kurikulum, pengembangan program, rencana perkuliahan/satuan pembelajaran, pengalaman belajar, penilaian dan hasil. Keenam dimensi tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu Perencanaan Kurikulum, Implementasi Kurikulum, dan Evaluasi Kurikulum. Perencanaan Kurikulum berkenaan dengan pengernbangan Pokok Pikiran/Ide kurikulum dimana wewenang menentukan ada pada pengambil kebijakan urtuk suatu lembaga pendidikan. Sedangkan Implementasi kurikulum berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum di lapangan (lembaga pendidikan/kelas) dimana yang menjadi pengembang dan penentu adaIah dosen/tenaga kependidikan. Evaluasi KurikuIum merupakan kategori ketiga dimana kurikulum dinilai apakah kurikulum memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang sudah dirancang ataukah ada masalah lain baik berkenaan dengan salah satu dimensi ataukah keseluruhannya. Dalam konteks ini evaluasi kurikulum dilakukan oleh tim di luar tim pengembang kurikulum dan dilaksanakan setelah kurikulum dianggap cukup waktu untuk menunjukkan kinerja dan prestasinya.
KBK Untuk PENDIDIKAN TINGGI
Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Vomor 232/U/2000 Mail menetapkan Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Dalam Surat Keputusan tersebut dikemukakan struktur kurikulum. berdasarkan tujuan belajar (1) Learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together, dan (4) learning to be. Bersasarkan pemikiran tentang tujuan belajar tersebut maka mata kuliah dalam kurikulum perguruan tinggi dibagi atas 5 kelompok yaitu: (1) Mata. kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) (2) Mata Kuliah Keilmuan Dan Ketrampilan (MKK) (3) Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB) (4) Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), dan (5) Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB).
Sedangkan Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002. tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi mengemukakan "Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu".
Dengan demikian, dapat didefinisikan bahwa Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah kurikulum yang pada tahap perencanaan, terutama dalam tahap pengembangan ide akan dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan pendekatan, kompetensi dapat menjawab tantangan yang muncul. Artinya, pada waktu mengembangkan atau mengadopsi pemikiran kurikulum berbasis kompetensi maka pengembang kurikulum harus mengenal benar landasan filosofi, kekuatan dan kelemahan pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan, serta jangkauan validitas pendekatan tersebut ke masa depan. Harus diingat bahwa kompetensi bersifat terus berkembang sesuai dengan tuntutan dunia kerja atau dunia profesi maupun dunia ilmu.
SK Mendilmas nomor 045 tahun 2002 ini memperkuat perlunya pendekatan KBK dalam pengembangan kurikulum pendidikan tinggi. Bahkan dalam SK Mendiknas 045 pasal 2 ayat (2) dikatakan bahwa kelima kelompok mata kuliah yang dikemukakan dalam SK nomor 232 adalah merupakan elemen-elemen kompetensi.
Selanjutnya, keputusan tersebut menetapkan pula arah pengembangan program yang dinamakan dengan kurikulum inti dan kurikulum institusional. Jika diartikan melalui keputusan nornor 045 maka kurikulum inti berisikan kompetensi utama sedangkan kurikulum institusional berisikan kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya.
Kurikulum inti yang merupakan penciri kompetensi utama, bersifat:
a. dasar untuk mencapai kompetensi lulusan
b. acuan baku minimal mutu penyelenggaraan program studi
c. berlaku secara. nasional dan internasional
d. lentur dan akomodatif terhadap perubahan yang sangat cepat di masa mendatang, clan
e. kesepakatan bersama antara kalangan perguruan tinggi, masyarakat profesi, dan pengguna lulusan
Sedangkan Kurikulurn institusional berisikan kompetensi pendukung serta kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama.
Implementasi Kurikulum
Dalam rangka implementasi KBK di perguruan Tinggi, maka hendaknya kita memperlakukan kelima kelompok mata kuliah tersebut sebagai kelompok kompetensi. Dengan demikian maka setiap mata kuliah harus menjabarkan, kompetensi yang dikembangkan mata kuliah tersebut sehingga setiap mata kuliah memiliki matriks kompetensi. Setelah itu dapat dikembangkan matriks yang menggambarkan sumbangan setiap mata kuliah terhadap kelima, kategori kompetensi.
Dengan adanya kurikulum berbasis kompetensi maka sistem penilaian hasil belajar haruslah berubah. Ciri utama perubahan penilaiannya adalah terletak pada pelaksanaan penilaian yang berkelanjutan serta komprehensif, yang mencakup aspek-aspek berikut:
a. Penilaian hasil belajar
b. Penilaian proses belajar mengajar
c. Penilaian kompetensi mengajar dosen
d. Penilaian relevansi kurikulum
e. Penilaian daya dukung sarana. dan fasilitas
f. Penilaian program (akreditasi)
Sementara itu strategi yang dapat digunakan adalah:
• Mengartikulasikan standar dan desain penilaian di lingkungan pendidikan pendidikan tinggi.
• Mengembangkan kemampuan dosen untuk melakukan dan memanfaatkan proses pernbelajaran
• Mengembangkan kemampuan subyek didik untuk memanfaatkan hasil penilaian dalam meningkatkan efektifitas belajar mereka
• Memantau dan menilai dampak jangka panjang terhadap proses dan hasil belajar.
Memang untuk dapat mengembangkan dan mengimplementasikan KBK ini dengan baik sejumlah komponen perlu terlibat secara intens dan memberikan perannya masingmasing sesuai dengan kapasitasnya, antara lain:
a. Visi dan Misi kelembagaan dan kepemimpinan yang berorientasi kualitas dan akuntabilitas serta peka terhadap dinamika pasar.
b. Partisipasi seluruh sivitas akademika (dosen, naahasiswa) dalam bentuk "shared vision" dan "mutual commitment" untuk optimasi kegiatan pembelajaran.
c. Iklim dan kultur akademik yang kondusif untuk proses pengembangan yang berkesinambungan.
d. Keterlibatan kelompok masyarakat pemrakarsa (stakeholders) serta masyarakat pengguna lulusan itu sendiri.
MENYONGSONG PERSIAPAN KURIKULUM 2004
Dengan akan segera diluncurkannya (lounching) Kurikulum 2004—yang mungkin pelaksanaannya masih tentatif—yakni kurikulum yang lebih dikenal dengan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) pada seluruh jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan bahkan untuk pendidikan tinggi yang sudah diluncurkan sejak tahun 2000, tentu banyak menimbulkan masalah baru, lebih-lebih bila dikaitkan dengan pelaksanaan pembelajaran di masing-masing mata kuliah/pelajaran. Para guru, sebagai ujung tombak dari kegiatan pendidikan, perlu memahami secara mendalami tentang konsep dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi, dalam arti: apa makna hakiki dari KBK, kemana trend KBK harus dibawa/dikembangkan, apa saja komponen yang harus ada, dan bagaimana mengembangkannya, dsb. Lebih-lebih jika dikaitkan dengan era otonomi daerah di mana kewenangan-kewenangan pusat semakin dikurangi, sementara kewenangan daerah menjadi semakin besar dan luas. Sudah barang tentu era otonomi daerah ini juga membawa dampak yang cukup luas, termasuk tentunya untuk bidang pendidikan.
Di era otonomi seperti sekarang ini kurikulum pendidikan yang belaku secara, nasional bukanlah suatu "harga mati" yang harus diterima dan dilaksanakan apa adanya, melainkan masih dapat dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan, sepanjang tidak menyimpang dari pokok-pokok yang telah digariskan secara, nasional. Dalam hal ini guru/dosen adalah pengembang kurikulum yang berada, dalam kedudukan yang menentukan dan strategis. Jika kurikulum diibaratkan sebagai rambu-rambu lalu lintas, maka guru adalah pejalan kakinya.
Dengan asumsi bahwa gurulah yang paling tahu mengenai tingkat perkembangan peserta didik, perbedaan perorangan (individual) siswa, daya serap, suasana dalam. kegiatan pembelajaran, serta sarana dan sumber yang tersedia, maka guru berwenang untuk menjabarkan dan mengembangkan kurikulum kedalam, silabus pengembangan kurikulum kedalam. silabus ini hendaknya mendasarkan pada beberapa hal, di antaranya: isi (konten), konsep, kecakapan/keterampilan, masalah, serta minat siswa/mahasiswa.
Sesuai dengan jiwa otonomi dalam bidang pendidikan seperti pada Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000, bidang pendidikan dan kebudayaan, pemerintah memiliki wewenang menetapkan: (1) standar kompetensi siswa dan warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman pelaksanaannya, dan (2) standar materi pelajaran pokok.
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan suatu desain kurikulum yang dikembangkan berdasarkan seperangkat kompetensi tertentu. Mengacu pada pengertian tersebut, dan juga untak merespons terhadap keberadaan PP No.25/2000, maka salah satu kegiatan yang perlu dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Depdiknas adalah menyusun standar nasional untuk seluruh mata pelajaran, yang mencakup komponen-komponen; (1) standar kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) materi pokok, dan (4) indikator pencapaian. Sesuai dengan komponen-komponen tersebut maka format Kurikulum 2004 yang memuat standar kompetensi nasional matapelajaran adalah seperti tampak pada
Standar kompetensi diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilari, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu matapelajaran. Cakupan standar kompetensi standar isi (content standard) dan standar penampilan (performance standard). Kompetensi dasar, merupakan jabaran dari standar kompetensi, adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dikuasai dan dapat diperagakan oleh siswa pada masing-masing standar kompetensi. Materi pokok atau materi pembelajaran, yaitu pokok suatu bahan kajian yang dapat berupa bidang ajar, isi, proses, keterampilam, serta konteks keilmuan suatu mata pelajaran. Sedangkan indikator pencapaian dimaksudkan adalah kemampuan-kemampuan yang lebih spesifik yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menilai ketuntasan belajar.
Selanjutnya pengembangan kurikulum 2004, yang ciri paradigmanya adalah berbasis kompetensi, akan mencakup pengembangan silabus dan sistem penilaiannya. Silabus merupakan acuan untuk merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran, sedangkan sistem penilaian mencakup jenis tagihan, bentuk instrumen, dan pelaksanaannya. jenis tagihan adalah berbagai tagihan, seperti ulangan atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Bentuk instrumen terkait dengan jawaban yang harus dilakukan oleh siswa, seperti bentuk pilihan ganda atau soal uraian.
Pengembangan kurikulum 2004 harus berkaitan dengan tuntutan standar kompetensi, organisasi pengalaman belajar, dan aktivitas untuk mengembangkan dan menguasai kompetensi seefektif mungkin. Proses pengembangan kurikulum berbasis kompetensi juga menggunakan asumsi bahwa siswa yang akan belajar telah memiliki pengetahuan dan keterampilan awal yang dibutuhkan untuk menguasai kompetensi tertentu. Oleh karenanya pengembangan Kurikulum 2004 perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1. Berorientasi pada pencapaian hasil dan dampaknya (outcome oriented)
2. Berbasis pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
3. Bertolak dari Kompetensi Tamatan/ Lulusan
4. Memperhatikan prinsip pengembangan kurikulum yang berdfferensiasi
5. Mengembangkan aspek belajar secara utuh dan menyeluruh (holistik), serta
6. Menerapkan prinsip ketuntasan belajar (mastery learning).(Gja,Aal, Mb).



Sumber :
http://www.ditpertais.net 
Sumber gambar :
kurtubi.com

Lomba English Debate Tingkat SMA

TUJUAN KEGIATAN
Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi ajang pembuktian para peserta untuk memperlihatkan dan mengasah kemampuannya dalam berdebat dengan mempergunakan bahasa inggris.
Adapun tujuan lain diantaranya :
1. Mengukur tingkat pengetahuan dan pemahaman siswa SMA tentang ke-Indonesiaan
2. Meningkatkan rasa cinta terhadap tanah air.
3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk turut memberikan sumbang saran mengenai seputar masalah ke-Indonesia-an.
4. Melatih dan mengasah kemampuan siswa dalam mengemukaan pendapat secara baik dan benar dengan media bahasa inggris.

TARGET PESERTA
Tingkat/level : Tingkat SMA se-Jawa Barat
Jumlah peserta : 16 kelompok @ 3 orang

WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

Hari/Tanggal : Jum’at – Sabtu / 14 – 15 Mei 2010
Waktu pelaksanaan : 08.30 WIB – selesai
Tempat pelaksanaan : Kampus SMP Taruna Bakti Bandung
Jalan.LL.RE Martadinata 52 Bandung

TATA TERTIB/PERATURAN
FORMAT PERLOMBAAN
1. Debat akan dilaksanakan dalam dua babak :
A. Penyisihan (Preliminary Round)
B. Eliminasi (Elimination Round)
2. Setiap tim akan bertanding sebanyak tiga kali dalam babak penyisihan
3. Pada pertandingan pertama babak penyisihan, urutan regu yang akan bertanding ditentukan secara acak pada saat technical meeting, sedangkan untuk pertandingan selanjutnya ditentukan berdasarkan urutan jumlah kemenangan (Victory Point), jumlah nilai (Score) dan margin.
4. Pada pertandingan selanjutnya, dalam babak penyisihan akan digunakan sistem “Power Matching” untuk menentukan match up; regu pada urutan pertama melawan regu pada urutan kedua, dan seterusnya.
5. 4 tim teratas berhak melanjutkan ke babak eliminasi. Match up pada babak eliminasiakan menggunakan sistem Best Meets Worst; urutan kesatuakan bertemu urutan keempat, urutan ketiga akan bertemu urutan ketiga.
6. Babak eliminasi terdiri atas Semi Final dan Grand Final.
7. Sistem gugur digunakan dalam babak eliminasi.

FORMAT DEBAT
1. System yang digunakan adalah Asian Parliamentary System. (POI digunakan)
2. Satu tim akan disebut sebagai pihak Government/ Affirmative dan tim lawan akan disebut sebagai Opposition/Negative.
3. Motion (topic debat) akan diberikan 30 menit sebelum debat dimulai.
4. Panitia akan memberikan prepared motion pada undangan.
5. Alokasi waktu untuk speech adalah masing – masing tujuh menit untuk substantive speech dan empat menit untuk reply speech.
6. Untuk substantive speech, timekeeper akan memberi ketukan satu kali pada menit ke- satu yang menandakan waktu untuk POI dimulai dan akan mengetuk kembali satu kali pada menit ke- enam yang menandakan waktu POI habis sekaligus memberi tanda bahwa waktu untuk menyampaikan argumen hanya tersisa satu menit.
7. Pada menit ke-tujuh timekeeper akan mengetuk dua kali yang menandakan waktu habis namun pembicara mash diberi waktu tambahan selama 20 detik untuk menyelesaikan kalimatnya. Jika setelah tujuh menit 20 detik pembicara tidak behenti bicara maka tiekeeper akan memperingatkan dengan ketukan terus-menerus.
8. Panitia menyediakan guide atau LO (Liason Officer) bagi peserta selama mengikuti perlombaan.
9. Debat akan dinilai oleh single adjudicator (satu orang juri) atau panel adjudicator (tim juri yang berjumlah ganjil) .
10. Penilaian akan didasarkan pada 3M ; matter, manner, method.
11. Best Speaker dinilai berdasarkan nilai individu terbaik selama babak penyisihan.
12. Data tabulasi tim dan speaker akan dipublikasi setelah perlombaan selesai.
13. Pergantian pemain hanya diizinkan pada saat registrasi ulang sebelum lomba dimulai.
14. Seluruh pertanyaan, keluhan dan saran disampaikan terhadap coordinator debat bukan kepada LO.
15. Kebijakan dari coordinator debat terhadap segala keluhan adalah jawaban final.

ALOKASI WAKTU
1. Satu pertandingan terdiri atas:
• 30 menit persiapan pembahasan tema (case building)
• 55 menit untuk pertandingan
• 10 menit untuk memberikan penilaian
• 5 menit verbal adjudication
2. Jadi kurang lebih satu pertandingan satu jam lima belas menit. 

Kegiatan telah terlaksana :
Peserta yang masuk semi final :
SMA 3 BAndung
SMA TAruna Bakti Bandung
SMA Negeri 6 Bandung
SMA Negeri 8 Bandung


Yang masuk sebagai finalis dan bertanding pada hari Sabtu/15 Mei 2010 :
SMA Negeri 6 Bandung
SMA Negeri 8 Bandung

Kamis, 13 Mei 2010

PROPOSAL ENGLISH DEBATE TARUNA BAKTI PROBLEM SOLVING CONTEST (TBPSC) SMP TARUNA BAKTI

A. PENDAHULUAN
Memperingati pelaksana TARUNA BAKTI PROBLEM SOLVING CONTEST ke-10, SMP Taruna Bakti bertekad untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan dari setiap lomba yang diselenggarakan. Salah satu bentukknya adalah dengan memperlombakan “ENGLISH DEBATE” tingkat SMA.
English Debate merupakan salah satu ajang yang memberikan wadah bagi siswa untuk mmengekspresikan kemampuan di dalam adu argumentasi yang dilandasi logika dan sistematika yang baik. Untuk kelancaran kegiatan tersebut, maka kami mengundang SMA yang Bapak/Ibu pimpin untuk mengikuti lomba tersebut.
Besar harapan kami kepada Bpk/Ibu untuk mengirimkan siswa/i-nya mengikuti kegiatan ini.  

B. TUJUAN KEGIATAN
Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi ajang pembuktian para peserta untuk memperlihatkan dan mengasah kemampuannya dalam berdebat dengan mempergunakan bahasa inggris.
Adapun tujuan lain diantaranya :
1. Mengukur tingkat pengetahuan dan pemahaman siswa SMA tentang ke-Indonesiaan
2. Meningkatkan rasa cinta terhadap tanah air.
3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk turut memberikan sumbang saran mengenai seputar masalah ke-Indonesia-an.
4. Melatih dan mengasah kemampuan siswa dalam mengemukaan pendapat secara baik dan benar dengan media bahasa inggris.

C. TARGET PESERTA
Tingkat/level : tingkat SMA se-Jawa Barat
Jumlah peserta : 16 kelompok @ 3 orang

D. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN
Hari/Tanggal : Jum’at – Sabtu / 14 – 15 Mei 2010
Waktu pelaksanaan : 08.30 WIB – selesai
Tempat pelaksanaan : Kampus SMP Taruna Bakti Bandung
Jalan.LL.RE Martadinata 52 Bandung

E. TATA TERTIB/PERATURAN
FORMAT PERLOMBAAN
1. Debat akan dilaksanakan dalam dua babak :
A. Penyisihan (Preliminary Round)
B. Eliminasi (Elimination Round)
2. Setiap tim akan bertanding sebanyak tiga kali dalam babak penyisihan
3. Pada pertandingan pertama babak penyisihan, urutan regu yang akan bertanding ditentukan secara acak pada saat technical meeting, sedangkan untuk pertandingan selanjutnya ditentukan berdasarkan urutan jumlah kemenangan (Victory Point), jumlah nilai (Score) dan margin.
4. Pada pertandingan selanjutnya, dalam babak penyisihan akan digunakan sistem “Power Matching” untuk menentukan match up; regu pada urutan pertama melawan regu pada urutan kedua, dan seterusnya.
5. 4 tim teratas berhak melanjutkan ke babak eliminasi. Match up pada babak eliminasiakan menggunakan sistem Best Meets Worst; urutan kesatuakan bertemu urutan keempat, urutan ketiga akan bertemu urutan ketiga.
6. Babak eliminasi terdiri atas Semi Final dan Grand Final.
7. Sistem gugur digunakan dalam babak eliminasi.

FORMAT DEBAT
1. System yang digunakan adalah Asian Parliamentary System. (POI digunakan)
2. Satu tim akan disebut sebagai pihak Government/ Affirmative dan tim lawan akan disebut sebagai Opposition/Negative.
3. Motion (topic debat) akan diberikan 30 menit sebelum debat dimulai.
4. Panitia akan memberikan prepared motion pada undangan.
5. Alokasi waktu untuk speech adalah masing – masing tujuh menit untuk substantive speech dan empat menit untuk reply speech.
6. Untuk substantive speech, timekeeper akan memberi ketukan satu kali pada menit ke- satu yang menandakan waktu untuk POI dimulai dan akan mengetuk kembali satu kali pada menit ke- enam yang menandakan waktu POI habis sekaligus memberi tanda bahwa waktu untuk menyampaikan argumen hanya tersisa satu menit.
7. Pada menit ke-tujuh timekeeper akan mengetuk dua kali yang menandakan waktu habis namun pembicara mash diberi waktu tambahan selama 20 detik untuk menyelesaikan kalimatnya. Jika setelah tujuh menit 20 detik pembicara tidak behenti bicara maka tiekeeper akan memperingatkan dengan ketukan terus-menerus.
8. Panitia menyediakan guide atau LO (Liason Officer) bagi peserta selama mengikuti perlombaan.
9. Debat akan dinilai oleh single adjudicator (satu orang juri) atau panel adjudicator (tim juri yang berjumlah ganjil) .
10. Penilaian akan didasarkan pada 3M ; matter, manner, method.
11. Best Speaker dinilai berdasarkan nilai individu terbaik selama babak penyisihan.
12. Data tabulasi tim dan speaker akan dipublikasi setelah perlombaan selesai.
13. Pergantian pemain hanya diizinkan pada saat registrasi ulang sebelum lomba dimulai.
14. Seluruh pertanyaan, keluhan dan saran disampaikan terhadap coordinator debat bukan kepada LO.
15. Kebijakan dari coordinator debat terhadap segala keluhan adalah jawaban final.

F. ALOKASI WAKTU
1. Satu pertandingan terdiri atas:
• 30 menit persiapan pembahasan tema (case building)
• 55 menit untuk pertandingan
• 10 menit untuk memberikan penilaian
• 5 menit verbal adjudication
2. Jadi kurang lebih satu pertandingan satu jam lima belas menit.

G. PENUTUP
Demikian proposal ini kami buat sebagai bahan informasi bagi semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam memutuskan pelaksanaan lomba ENGLISH DEBATE.
Semoga proposal ini dapat memberikan gambaran utuh bagi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan ini, khususnya calon peserta untuk dapat tertarik dan memutuskan mengikuti kegiatan ini.
Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Bandung, Mei 2010

Pembina Ketua Divisi English Debate


Imam Wibawa Mukti,S.Pd 

sumber photo : wongiseng.wordpress.com

Kamis, 06 Mei 2010

Kelulusan Siswa SMP Taruna Bakti Tahun Pelajaran 2009-2010

Berdasarkan rapat pleno, Kamis, 6 Mei 2010  jam 19.24 WIB dan dihadiri oleh seluruh guru SNP Taruna Bakti Bandung, menyatakan bahwa :
siswa SMP Taruna Bakti Bandung 100% lulus.
Selamat kepada Siswa/i SMP Taruna Bakti.....!  Semoga kalian berhasil di tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Bandung, 06 Mei 2010

Adsense ads


ShoutMix chat widget

Add your FEED icons here