Selasa, 23 November 2010

PEDOMAN PENYUSUNAN KTSP


I. PENDAHULUAN
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian  dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.
Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.
Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk :
1.  belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
2.  belajar untuk memahami dan menghayati,
3.  belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
4.  belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan
5.  belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
A.      Landasan
1.  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP, adalah  Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2);  Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2).
2.  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat  (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8);  Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.
3.  Standar Isi
Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah : kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006.
4.  Standar Kompetensi Lulusan
SKL merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan Permendiknas No. 23 Tahun 2006.
B.  Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
C.  Pengertian
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
D.  Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP.
KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.  Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
2. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi.
3.  Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan   melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan  kemasyarakatan, dunia usaha dan  dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi,  keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi,   bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal  dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan  Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
E.  Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1.  Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.
2.  Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu,  kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.
3. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
Daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.
4. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Dalam era otonomi dan desentralisasi untuk mewujudkan pendidikan yang otonom dan demokratis perlu memperhatikan keragaman dan mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, keduanya harus ditampung secara berimbang dan saling mengisi.
5. Tuntutan dunia kerja
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama bagi satuan pendidikan kejuruan  dan peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat berbasis pengetahuan di mana IPTEKS sangat berperan sebagai penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adaptasi dan penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Agama
Kurikulum harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua mata pelajaran harus ikut mendukung peningkatan iman, taqwa dan akhlak mulia.
8. Dinamika perkembangan global
Pendidikan harus menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan antar bangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku dan bangsa lain.

9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Oleh karena itu, kurikulum harus mendorong berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam  wilayah NKRI.
10.         Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
11. Kesetaraan Jender
Kurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan memperhatikan kesetaraan jender.
12. Karakteristik satuan pendidikan
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.

II.  KOMPONEN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
A.  Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
1.   Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2.   Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3.   Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
B.  Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut.
1.   Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
2.   Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
3.   Kelompok mata pelajaran  ilmu pengetahuan dan teknologi
4.   Kelompok mata pelajaran estetika
5.   Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP 19/2005 Pasal 7.
Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.
1.  Mata pelajaran
Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam SI.

2.  Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satua tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
3.  Kegiatan Pengembangan Diri
Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi, kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik. Sedangkan untuk kegiatan ekstrakurikuler dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan kepramukaan, kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja.
Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier.
Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran. Penilaian kegiatan pengembangan diri dilakukan secara kualitatif, tidak kuantitatif seperti pada mata pelajaran.

4.  Pengaturan Beban Belajar
a. Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB baik kategori standar maupun mandiri, SMA/MA/SMALB /SMK/MAK kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.
b. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Pengaturan  alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi.
c.  Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% – 40%, SMP/MTs/SMPLB 0% – 50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% –  60% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
d.  Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.
e.  Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan sistem satuan kredit semester (sks)  mengikuti aturan sebagai berikut.
  • Satu sks pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
  • Satu sks pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan 25 menit kegiatan mandiri tidak terstruktur.

5.  Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.
6.  Kenaikan Kelas dan Kelulusan
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait.
Sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
a.  menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;
c.  lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
d.  lulus Ujian Nasional.
7.  Penjurusan
Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA. Kriteria penjurusan diatur oleh direktorat teknis terkait.
8.  Pendidikan Kecakapan Hidup
a.  Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/ SMALB, SMK/MAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan/atau kecakapan vokasional.
b.  Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian integral dari pendidikan semua mata pelajaran dan/atau berupa paket/modul yang direncanakan secara khusus.
c.  Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan/atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal.

9.  Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
a.  Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam  aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik.
b.  Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
c.  Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran dan juga dapat menjadi mata pelajaran muatan lokal.
d.  Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
C.      Kalender Pendidikan
Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana yang dimuat dalam Standar Isi

Senin, 08 November 2010

21 HAL YANG MEMBUAT KITA BANGGA INDONESIA

Info ini bisa membangkitkan nilai nasionalisme kita. Karena ternyata di tengah-tengah ‘kemirisan’ yang dihadapi terhadap bangsa ini, ternyata Indonesia memiliki banyak sekali kelebihan yang sayang untuk dibiarkan begitu saja, kelebihan itu yaitu :


1.Republik Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia
yang terdiri dari 17.504 pulau (termasuk 9.634 pulau yang belum diberi nama dan 6.000 pulau yang tidak berpenghuni) . Disini ada 3 dari 6 pulau terbesar didunia, yaitu : Kalimantan (pulau terbesar ketiga di dunia dgn luas 539.460 km2), Sumatera (473.606 km2) dan Papua (421.981 km2).


2. Indonesia adalah Negara maritim terbesar di dunia
dengan perairan seluas 93 ribu km2 dan panjang pantai sekitar 81 ribu km2 atau hampir 25% panjang pantai di dunia.


3. Pulau Jawa adalah pulau terpadat di dunia dimana sekitar 60% hampir penduduk Indonesia (sekitar 130 jt jiwa) tinggal di pulau yang luasnya hanya 7% dari seluruh wilayah RI.
* Indonesia merupakan Negara dengan suku bangsa yang terbanyak di dunia. Terdapat lebih dari 740 suku bangsa/etnis, dimana di Papua saja terdapat 270 suku.

4. Negara dengan bahasa daerah yang terbanyak,
yaitu, 583 bahasa dan dialek dari 67 bahasa induk yang digunakan berbagai suku bangsa di Indonesia. Bahasa nasional adalah bahasa Indonesia walaupun bahasa daerah dengan jumlah pemakai terbanyak di Indonesia adalah bahasa Jawa.


5. Monumen Budha (candi) terbesar di dunia
adalah Candi Borobudur di Jawa Tengah dengan tinggi 42 meter (10 tingkat) dan panjang relief lebih dari 1 km. Diperkirakan dibuat selama 40 tahun oleh Dinasti Syailendra pada masa kerajaan Mataram Kuno (750-850).


6. Tempat ditemukannya manusia purba tertua di dunia,
yaitu : Pithecanthropus Erectus yang diperkirakan berasal dari 1,8 juta tahun yang lalu.


7.Republik Indonesia adalah Negara pertama yang lahir sesudah berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1945. RI merupakan Negara ke 70 tertua di dunia.


8.Indonesia adalah Negara pertama (hingga kini satu-satunya) yang pernah keluar dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)
pada tgl 7 Januari 1965. RI bergabung kembali ke dalam PBB pada tahun 1966.


9.Tim bulutangkis Indonesia adalah yang terbanyak merebut lambing supremasi bulutangkis pria, Thomas Cup, yaitu sebanyak 13 x (pertama kali th 1958 & terakhir 2002).


10. Indonesia adalah penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia
(20% dari suplai seluruh dunia) juga produsen timah terbesar kedua.


11. Indonesia menempati peringkat 1 dalam produk pertanian,
yaitu : cengkeh (cloves) & pala (nutmeg), serta no.2 dalam karet alam (Natural Rubber) dan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil).

12. Indonesia adalah pengekspor terbesar kayu lapis
(plywood), yaitu sekitar 80% di pasar dunia.


13. Terumbu Karang (Coral Reef) Indonesia adalah yang terkaya (18% dari total dunia).


14. Indonesia memiliki species ikan hiu terbanyak didunia yaitu 150 species.


15. Biodiversity Anggrek terbeser didunia :
6 ribu jenis anggrek, mulai dari yang terbesar (Anggrek Macan atau Grammatophyllum Speciosum) sampai yang terkecil (Taeniophyllum, yang tidak berdaun), termasuk Anggrek Hitam yang langka dan hanya terdapat di Papua.


16. Memiliki hutan bakau terbesar di dunia.
Tanaman ini bermanfaat ntuk mencegah pengikisan air laut/abrasi.


17. Binatang purba yang masih hidup
: Komodo yang hanya terdapat di pulau Komodo, NTT adalah kadal terbesar di dunia. Panjangnya bias mencapai 3 meter dan beratnya 90 kg.


18. Rafflesia Arnoldi yang tumbuh di Sumatera adalah bunga terbesar di dunia.
Ketika bunganya mekar, diameternya mencapai 1 meter.

19. Memiliki primata terkecil di dunia ,
yaitu Tarsier Pygmy (Tarsius Pumilus) atau disebut juga Tarsier Gunung yang panjangnya hanya 10 cm. Hewan yang mirip monyet dan hidupnya diatas pohon ini terdapat di Sulawesi.


20. Tempat ditemukannya ular terpanjang di dunia
yaitu, Python Reticulates sepanjang 10 meter di Sulawesi.


21.Ikan terkecil di dunia
yang ditemukan baru-baru ini di rawa-rawa berlumpur Sumatera. Panjang 7,9 mm ketika dewasa atau kurang lebih sebesar nyamuk. Banyak kan kelebihannya? tinggal cara mengolah dan memeliharanya saja yang harus di dukung dengan kepercayaan diri yang hebat untuk memakai produk kita sendiri.

Baca lebih banyak lagi di
http://surabayacybercity.blogspot.com

Rabu, 16 Juni 2010

Bijak Memahami Dampak Pornografi pada Anak

Rabu, 16 Juni 2010
Teknologi telah memudahkan video rekaman itu diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.

Sumber :www.koran-jakarta.com
Dari tua, muda, hingga anak -anak. Razia di sekolah-sekolah sampai tindakan menjatuhkan hukuman terhadap siswa yang kedapatan memiliki rekaman video mesum itu pun seperti menjadi tren pasca beredarnya video porno tersebut.

Ini merupakan reaksi untuk membatasi penyebaran video porno pada anak-anak sebagai pihak yang paling dikhawatirkan menjadi korban dampak sistemik dari video mesum tersebut.

Para orang tua pun dibuat panik. Pasalnya, para orang tua juga ingin mengetahui perihal kabar tersebut.

Dikhawatirkan, anak-anak mereka ikut menonton tayangan tersebut, atau mengikuti berita di media massa atau elektronik. Sebab, rekaman video tersebut dapat diunduh langsung lewat Internet di warnet-warnet, atau telepon genggam mereka.

Terutama orang tua yang memiliki anak usia sekolah SD, SLTP, atau SLTA.

Psikolog anak, yang juga pengajar di Univeritas Negeri Jakarta (UNJ), Lara Fridani, melihat karakteristik anak memang cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap apa yang tengah terjadi.

Termasuk terhadap beredarnya tayangan video porno ini. “Semakin banyak publik membicarakan masalah ini, maka anak-anak akan semakin tertarik untuk mencari tahu tentang itu,” katanya.

Bagi anak-anak yang masih balita, penayangan video ini tidak berpengaruh pada mereka.

Sebab, interaksi terhadap lingkungan sekeliling mereka masih sangat terbatas. Namun, tidak bagi anak-anak yang sudah mulai memasuki usia sekolah, terutama pada tingkat akhir SD, SLTP, dan SLTA.

Alih-alih ingin menjauhkan anak dari pornografi , termasuk larangan untuk menonton video porno tersebut, tanpa disadari, orang tua justru memancing rasa keingintahuan anak.

Misalnya dengan lebih sering membicarakan masalah seputar keberadaan video porno tersebut.

Bahkan, lanjut Lara, orang tua menonton sendiri video tersebut, baik melalui VCD, teknologi HP, atau Internet di rumah.

Termasuk dengan terus-menerus menyaksikan berita-berita yang menyajikan atau membahas masalah video tersebut.

“Ketika ingin menjauhkan, orang tua sebaiknya stop untuk membicarakan masalah video tersebut.

Belajar mengambil hikmah dari peristiwa tersebut, dan case close. Berhenti untuk membicarakannya,” tegas Lara.

Peran orang tua, menurut Lara, sangat sentral dalam memberikan pelajaran tentang pornografi ini kepada putraputri mereka.

Berhenti untuk membahas dan membicarakan masalah tersebut merupakan salah satu langkah awal jalan keluarnya.

Terutama bagi mereka yang memiliki putra-putri yang belum bersekolah, masih TK, dan banyak menghabiskan waktu di rumah.

“Jadi sebenarnya adalah bagaimana orang tua bisa mengondisikan suatu keadaan yang memungkinkan untuk meminimalkan cerita-cerita pornografi dan berita-berita pornografi tersebut kepada anak-anak dengan mengalihkannya pada berita- berita yang lebih mendidik.

Salah satu caranya orang tua sebisa mungkin menjadi teladan. Misalnya dengan menanamkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai budi pekerti,” tambah Lara.

Peran Guru Bagi anak-anak yang telah masuk lingkungan sekolah, baik SD tingkat akhir, SLTP.

maupun SLTA, tidak hanya peran orang tua yang penting. Peran guru di sekolah pun menjadi sangat penting.

Guru diharapkan bisa mengajarkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai agama kepada siswa didik secara eksplisit.

“Artinya guru tidak lagi hanya meminta anak didik untuk menghafal apa itu nilai-nilai perilaku baik, tapi sudah pada pelaksanaan atau perwujudan dari nilai-nilai baik tersebut,” tegas Lara.

Nilai-nilai ini tidak hanya disampaikan dalam forum belajar di sekolah, tapi di rumah, nilai-nilai ini juga harus dibicarakan dan didiskusikan dengan anak-anak.

Tentunya dalam kondisi yang senyaman mungkin sehingga tidak lagi menjadi sesuatu yang terkesan membosankan bagi anak-anak.

Atau malah anak-anak terkesan didikte.

“Misalnya saja, orang tua mencari referensi di Internet mengenai dampak pornografi terhadap perkembangan otak anak.

Kemudian, hal ini didiskusikan bersama dengan anak-anak sehingga anak dapat menerima alasan-asalan, mengapa mereka harus menjauhi pornografi karena memang ada faktanya.

Pasalnya, anak sekarang tidak bisa hanya dilarang tanpa ada alasan yang logis,” tambah Lara.

Orang tua dan guru juga harus lebih kreatif dalam membuat tema-tema perbincangan anakanak sehingga tidak menjurus pada hal-hal berbau pornografi, termasuk soal video porno.

“Misalnya, orang tua ataupun guru mencari tema bagaimana tata cara pergaulan yang baik.

Menjadi teman yang menyenangkan disertai dengan tip-tipnya,” ujar Lara. Psikolog anak, yang juga Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA), Seto Mulyadi, menilai keberadaan teknologi memang berdampak besar pada anakanak.

Karenanya, para orang tua harus menyikapi keberadaan teknologi ini dengan baik demi perkembangan putra-putri mereka, termasuk dalam peredaran video porno melalui teknologi telepon seluler.

“Anak-anak itu cenderung ingin mencoba. Karena sering menonton, kemudian ada ajakan pihak lain, dan akan menerima begitu saja ajakan tersebut karena memang sudah terbiasa melihat perilaku tersebut,” kata Kak Seto.

Kendati demikian, menurut Kak Seto, orang tua harus tetap mengubah pola komunikasi antara anak dan orang tua.

Pola komunikasi yang dikembangkan tidak lagi layaknya komunikasi antara bos dan anak buahnya, melainkan pola hubungan komunikasi sesama teman.

“Kalau selama ini mendengarnya hanya tiga kali, sekarang mendengarnya tujuh kali.

Anak-anak juga harus dihargai pendapatnya,” ucapnya.

Orang tua harus membiasakan untuk mendiskusikan segala hal kepada putra-putri mereka, termasuk tanggapan-tanggapan anak tentang peredaran video porno.

“Minta tanggapan anak, bagaimana menurut dia (anak).

Kemudian setelah itu diskusikan bersama berdasarkan aturan dan norman-norma yang berlaku,” pungkas Kak Seto.
nik/L-1

Selasa, 15 Juni 2010

Sekolah, Candu atau Kapitalisme Licik?

Oleh: Sucipto Hadi Purnomo
"SCHOOL is dead,'' kata Everett Reimer. Riemer terlalu berlebihan? Boleh
jadi,iya. Sebab, bukankah sekolah belum betul-betul mati. Ia masih berdenyut.
Gedung-gedungnya masih tegak berdiri; guru dan murid-muridnya pun masih
Datang setiap pagi dan pulang menjelang siang. Untuk sementara, abaikan saja dulu soal fungsinya.Bukankah ajakan Ivan Illich tentang gerakan masyarakat tanpa sekolah (deschooling society), pada tataran praksis tak pernah bersambut secara "menggembirakan'', kecuali gemanya pada tingkat wacana."Tapi sekolah hanya membuat sengsara,'' keluh seorang petani desa yang setiap tahun harus menggadaikan sawah atau menjual ternak untuk membayar uang pangkal, SPP,BP3,seragam, sepatu, tas, kaus olahraga, dan seribu satu kebutuhan sekolah,demi anak-anaknya bisa duduk di bangku institusi pendidikan formal itu selama belasan tahun.Seperti orang tua lain, apa saja dia lakukan, asalkan anak-anak bisa ke sekolah. "Kalau perlu, apa pun dijual untuk sekolah,'' demikian bunyi slogan kampanye pendidikan yang dengan enteng, tanpa beban dosa,disuarakan oleh aparat pemerintah.Ketika pesan semacam itu tertelan apa adanya oleh warga petani desa, atau yang satu strata sosial-ekonomi dengannya, lingkaran setan pendidikan dan kemiskinanlah yang sedang terbentuk.
Sekolah, sebagai institusi pendidikan yang sering dianggap paling tersistematika, tidak saja tak mampu mengangkat warga negeri ini dari relung kemiskinan, tetapi justru mempercepat pemiskinan. Sistem pendidikan yang amburadul, telah menyebabkan pemiskinan secara kultural, sedangkan penyelenggaraannya yang tanpa tanggung jawab pemerintah secara memadai terutama dalam hal pendanaan, makin memerosokkan warganya ke dalam palung kemelaratan. Ketika harta telah terkuras untuk mengongkosi anak sekolah, jangan lantas terlalu berharap itu akan menjadi investasi. Setelah lulus, belum pasti anak memperoleh pekerjaan. Kalau pun dapat, belum tentu cucuk. Anak tak sampai putus sekolah atau tinggal kelas saja mungkin sudah dianggap mendingan.Kecuali mimpi-mimpi, dan secuil harapan, tak perlu bertanya apa yang bisa diberikan oleh sekolah. Dua belas tahun hanya untuk duduk, mendengar guru berceramah di depan meja kelas, mencatat hal-hal
yang sebenarnya cukup difotokopi, dan menjadi beo yang terampil menghafal,
serta memilih jawaban yang telah disediakan, rasanya hanya sebuah aktivitas
yang amat panjang nan menjemukan. Sungguh terlalu mahal!Bahkan untuk menjawab
(tepatnya memilih) soal yang telah tersediakan, dengan materi yang telah
berulang-ulang disampaikan di dalam kelas, kehadiran lembaga bimbingan
belajar (tepatnya lembaga bimbingan pengerjaan soal tes) masih didewa-dewakan. Pelacuran pendidikan (meminjam istilah Direktur Primagama Drs Kalis
Purwanto MM) atau kriminalisasi pendidikankah (istilah Triyanto Triwikromo) yang telah terjadi?Cara belajar siswa aktif (CBSA) memang pernah diagungkan sejak sekitar dua dekade lalu. Sayang, sekalipun sebagian dari jiwanya baik, raganyarusak. Itu karena terjadi paradoksal antara filosofi dasar dan praksis pengajarannya. Uji coba penerapan perangkat teknis media kodifikasi dan dekodifikasi Paulo Friere telah bergulir, namun secara tegas pemberlakuan penuh dengan taat asas pada prinsip dasar metodologi konsientisasi dan gagasan humanisasi pendidikan,yang justru menjadi paradigma pokoknya, ditolak.
Membongkar Sekolah Tak berlebihan jika Ivan Illich dengan sangat kritis membongkar sistem pendidikan sekolah dan mendakwanya telah melahirkan degradasi kemanusiaan. Manusia melalui pendidikan formal menjadi makin jinak dan terdomestikasikan. Maka, dengan sangat radikal pula ia menawarkan program bebas sekolah,masyarakat tanpa sekolah.Keluhan terhadap sekolah boleh saja terus menggema.
Kecaman terhadap sekolah boleh saja, dan memang semestinya, selalu
mengumandang. Sekolah sudah teramat sering disesali, tapi pada saat
bersamaan sekaligus juga amat didambakan. Ia boleh salah, tapi harus tetap ada dan dibutuhkan. Dia tak menunjukkan hal lain kecuali ketakberdayaan menghadapikepelikan sebuah sistem yang telah sedemikian mapan dan berkuasa,
sekaligus menjadi ungkapan penghargaan yang berlebihan tinggi pada keberadaaan lembaga yang mewakili sistem tersebut.Sekolah tetap berjaya dan akan selalu benar atau dibenarkan. Para guru, kepala sekolah, pemilik sekolah, dan pejabat pendidikan,lewat aturan dan kebijakan yang mereka buat, bisa saja salah karena melawan hakikat pendidikan. Tetapi sekolah sebagai sistem dan pranata sosial tak pernah salah dan kalah. Yang salah dan memang sering dipersalahkan adalah yang gagal dengan sepenuh hati menjalaninya.Sekolah, dalam konteks seperti itu, tak lebih dan tak kurang sebagai candu. Selalu diburu, karena dengannya anak-anak akan dibawa pada mimpi-mimpi tentang masa depan. Dengannya, anak-anak dibawa untuk
melupakan masa kini, seraya mencerabutkan mereka dari realitas yang
melingkupi. Hingga seorang anak petani yang belajar di sekolah pertanian pun enggan memegang cangkul dan bajak.Padahal, sebagaimana dirumuskan oleh Benjamin Bloom,sekolah semestinya menggarap wilayah taksonomi pendidikan, yakni bertugas mendidik anak agar menjadi insan yang berwatak (ranah afektif),berpengetahuan (ranah kognitif), dan berketerampilan (ranah psikomotorik). Pada tataran konseptual, hal itu telah terumuskan, bahkan pada pembuatan program satuan pelajaran. Namun pada dataran praksis pengajaran, rumusan itu lebih banyak yang mandul peran dan fungsinya.Pada sisi lain, senantiasa terjadi pengisapan terhadap kaum marginal dengan selubung suci yang bernama sekolah. Pada aspek ini sekolah telah memainkan peranan sebagai lembaga kapitalisme yang licik.Pemerintah dan pemilik modal besar adalah pihak yang berada pada sudut manis relasi itu. Sebaliknya, para guru, siswa, dan orang tua berada pada sudut yang pahit. Guru tidak tetap (GTT), guru honorer, atau wiyata bakti merupakan sosok yang berada pada sudut erpahit.Memang tak bisa disangkal, tak semua pemilik sekolah selalu profit oriented. Tak sedikit sekolah, terutama di
kawasan pinggiran kota dan pedesaan, yang didirikan atas dasar kebutuhan
riil
dan jauh dari orientasi keuntungan material. Justru di tengah-tengah
berbagai
keterbatasan, para pendirinya selalu berasaha agar sekolah semacam itu tak
bangkrut atau ditutup pemerintah.Tak semua sekolah menjadi candu ataupun
kapitalisme yang licik. Namun, pesimisme Margaret Mead masih saja mengema,
"Nenek ingin aku memperoleh pendidikan, karenanya ia melarangku sekolah.''
(18)-Sucipto Hadi Purnomo, bekas guru ; Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan

Menjadi Pendidik Yang Mencerahkan

Kategori Pendidikan
Oleh : Ubaydillah, AN
Jakarta, 10 Juni 2010
________________________________________
Mengetahui definsi pendidikan mungkin cukup kita ketahui sekali atau sekali-sekali. Tetapi, menyadari peranan kita sebagai pendidik, butuh kita perbarui setiap kali. Sebab, jika tidak, segera posisi kita bergeser, dari pencipta dalam proses pendidikan menjadi sekedar alat. Ini karena jiwa kita akan sulit mengembangkan proses-proses kreatif atau reflektif dengan hanya mengetahui saja, menjalani saja, atau mengetahui dan menjalani saja. Jiwa kita butuh digunakan untuk menyadari. Kesadaranlah yang mengubah tindakan. Mirip seperti ibadah, katakanlah sholat atau puasa. Mestinya, setiap kali mau melakukannya, butuh kesadaran baru. Sebab kalau tidak, jiwa dan raga kita hanya akan menjadi buruh kewajiban, bukan menjadi kreator proses pencerahan. Karena itu, orang shalat pun masih dibilang celaka bila jiwanya alpa. Dua Kesadaran Dalam Mendidik
Bila melihat berbagai penjelasan tentang pendidikan, ada sedikitnya dua kesadaran yang perlu kita ciptakan setiap kali mau pergi mengajar. Pertama, kita perlu menyadari pendidik itu mengeluarkan apa yang dari dalam. Ini sesuai dengan arti education sendiri, yaitu e = keluar (out) dan ducare = mengarahkan atau membimbing.

Pada diri setiap siswa itu pasti ada potensi yang tersembunyi. Ibarat tambang emas, emasnya sendiri pasti tertimbun tanah, bebatuan dan pepohonan. Untuk mengeluarkan emas, para penambang punya tradisi membersihkan jalan atau lingkaran tambang lebih dulu, baru kemudian menambang.

Kedua, pendidikan itu menyalakan cahaya. Ibarat energi dalam listrik, energi itu tidak mungkin menghasilkan cahaya dengan hanya dirinya. Untuk menjadi cahaya, perlu ada pembangkit yang mengolah energi dengan menciptakan gesekan, seperti korek api.

Dua kesadaran itulah yang kerapkali menjadi pegangan para tokoh pendidikan yang hasilnya sudah teruji oleh kenyataan. Bagi mereka, ukuran lembaga pendidikan itu bukan wah iklannya, wah administrasinya atau wah kiprahnya di pamerah. Ukurannya adalah, alumninya pada jadi apa di masyarakat?

Kalau alumninya banyak yang bisa mengeluarkan potensi di dalam dirinya dan bisa mengeluarkan cahaya bagi orang lain, berarti lembaga pendidikan atau para pendidiknya di situ OK. Pendidikan di situ berhasil mengejewentahkan esensi pendidikan. Tapi kalau ukurannya baru berapa yang masuk PT negeri, studi ke luar negeri, ranking UAN, dan semisalnya, standarnya dianggap masih rendah. Pengujinya masih berstandarkan tulisan, belum kenyataan. Lebih-lebih kalau menirukan keluhan wong cilik yang sering kita dengar: âہ“Lha wong yang gitu-gitu banyak yang bisa dibayar kok, ngapaian dijadikan kebanggaan?â€Â

Jangan Menjadi Birokrat Kurikulum
Tanpa pembaruan kesadaran, bisa-bisa praktek kita malah membebani siswa, bukan mencerahkan mereka. Mungkin, karena semakin banyak jumlah pendidik yang prakteknya membebani siswanya, di kalangan pendidik sendiri muncul istilah Birokrat Kurikulum sebagai kritik.

Birokrat Kurikulum (BK) adalah sindirian untuk menyebut pendidik yang cara berpikirnya menganut paham âہ“Kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah?â€Â, mirip seperti budaya birokrasi kita zaman duluâۉ€ruwetnya minta ampun tetapi ringkihnya juga minta ampun. BK lebih kerap tampil sebagai sosok yang otaknya ruwet oleh prosedur, metode, dan teknik, sementara visinya, keyakinanya, dan spiritnya miris. BK tidak mau meniru tradisi para penambang yang mendapatkan cara-cara menambang dari alam dengan membersihkan lebih dahulu.

Sebagian pendidik kerap melakukan pengeboran paksa untuk bisa memasukkan materi kurikulum, tanpa berupa membersihkan areal tambang. Padahal, banyak fakta mengungkap bahwa pendidikan di dunia yang lebih banyak berhasil adalah yang menomersatukan pembersihan konsep diri yang kurang atau yang salah, sebelum kurikulum atau buku paket. BK juga kerap menggunakan senjata indoktrinasi sebagai senjata kesayangan, dengan mengingkari fakta kemanusiaan para murid. Mereka dipaksa harus menjadi manusia berinsting malaikat (positifnya) dengan disuruh membuang kejelekannya.

Padahal, hukum cahaya mengatakan bahwa cahaya itu baru keluar setelah ada gesekan plus dan minus dengan cara yang terdidik. Indoktrinasi mempersempit ruang untuk learning, eksperimentasi, dan eksplorasi. Akibatnya apa? Seperti yang sering kita saksikan, pendidikan lebih sering melahirkan orang yang berwacana tentang kenyataan atau melakukan judgment terhadap kenyataan, tetapi kurang mengeluarkan cahaya. Pendidikan lebih pinter menghasilkan para petarung perdebatan ketimbang penggagas dialog, sinergi, dan kebersamaan.

Itulah kenapa pada dinamika lain ada fakta yang membuktikan bahwa orang-orang yang telah berhasil mengeluarkan cahayanya itu justru diawali dengan keberaniannya menerobos, menentang, atau menafsirkan lain SOP pendidikan melalui berbagai gesekan, internally and externally.

Arah Konsentrasi Guru
Berdasarkan praktek yang sudah kita jalankan sebagai pendidik, sebetulanya ada alat sederhana untuk mengaudit seberapa jauh kita sanggup memerankan fungsi pendidik yang searah dengan esensi pendidikan. Alat sederhana itu kita sebut saja arah konsentrasi. Kemana konsentrasi itu kita arahkan selama ini, akan bisa kita jadikan ukuran apakah selama ini kita hanya pendidik BK atau pendidik yang mendidik. Secara umum, konsentrasi pendidik dapat dikelompokkan seperti berikut ini:
Pertama, ada guru yang sebagian besar konsentrasinya mengarah pada pengembangan dan kepentingan murid atau lembaga pendidikan. Mereka mengembangkan dirinya untuk bisa mengembangkan siswanya. Mereka mendefinisikan muridnya sebagai calon aset pembangunan yang luar biasa, bukan sebagai sebagai pengguna jasa.

Menurut sunnatullahnya, guru seperti inilah yang kerap menghasilkan output yang bagus. Guru seperti ini yang biasanya mampu menghasilkan murid-murid yang jauh lebih pintar dari dirinya. Guru seperti inilah yang murid-muridnya tetap tidak mampu merasa lebih unggul dari gurunya, walau pun sudah sekolah kemana-mana.

Kedua, ada guru yang sebagian konsentrasinya mengarah pada kepentingan dirinya, pangkatnya, kariernya, politiknya, dan seterusnya. Banyak kampus atau sekolah yang murid-muridnya ditinggal oleh dosennya ke kota untuk mengejar beasiswa atau gelar akademik yang lebih tinggi supaya nanti bisa naik pangkat.

Sejauh itu diatur oleh sistem dan komitmen untuk mengembangkan lembaga dan siswa dalam jangka panjangnya, itu sangat bagus. Tapi, kalau hanya untuk kepentingan karier pribadi semata, atau hanya untuk pindah ke tempat yang lebih enak, hubungan kita dengan siswa menjadi hubungan manipulatif.

Ketiga, ada guru yang mengarahkan sebagian besar konsentrasinya untuk mengurusi pekerjaan sebagai pengajar. Meminjam ungkapannya Edison, guru seperti ini tenggelam dalam kesibukan jabatan, tetapi tidak menyadari apa tujuan dari kesibukannya. Yang penting mengajar, absen beres, honor beres, dan selesai. Jika kita terlalu sibuk mengurusi hal-hal teknis, tanpa didukung dengan visi dan imajinasi, serta keyakinan, kita akan sulit berkembang dari kenyataan. Kenyataan akan mengubur kita, mirip seperti truk yang berjalan di atas tanah berlumpur. Langkah kita terpendam oleh lumpur kenyataan.

Keempat, ada guru yang mengarahkan sebagian besar konsentrasinya untuk bisa selamat dari tuntutan sistem yang makin mengikat. Biasanya, ini terjadi di sekolah yang berbiaya tinggi. Tuntutan kepada guru tidak saja datang dari kepala sekolah, tapi juga dari yayasan, wali murid, kepsek, murid, media, dan lain-lain. Bagi guru yang kurang waspada (alert), konsentrasinya bisa salah arah. Konsentrasi yang untuk pengembangan murid, supaya potensinya keluar atau supaya cahayanya keluar, menjadi berkurang. Konsentrasinya terkuras untuk kepentingan orang dewasa yang menjadi stakeholder dan shareholder sekolah.

Semua guru memang harus memikirkan muridnya, dirinya, keluarganya, politiknya, pekerjaannya, atau lembaganya. Tetapi yang kemudian membedakan adalah kesadaran manakah yang paling mendominan. Sejauh bukan didominasi oleh kesadaran untuk meng-educate murid, sepertinya kita telah memilih jalan yang salah. Sebelum kesalahannya jauh, mari kita putar arah.

Merealisasikan Kesadaran
Untuk bisa menjadi pendidik yang mencerahkan, pastinya tidak cukup hanya berhenti di kesadaran. Harus kita lanjutkan pada terbentuknya paradigma dan pendekatan yang lebih mencerahkan terhadap berbagai isu-isu pendidikan yang sehari-hari kita hadapi.
Jangan Minta Digugu Dan Ditiru
Ketika murid-murid kita saat ini nanti menjadi dewasa, kita mungkin sudah tua atau meninggal dunia. Bayangkan jika misalnya kita meminta mereka untuk menggugu dan meniru kita, apa jadinya? Mereka mungkin menjadi orang yang terbelakang di zamannya karena referensinya kita yang sudah tua. So, jangan meminta digugu dan ditiru.

Ungkapan itu hanya perlu kita pahami sebagai motivasi pribadi untuk terus berusaha menjadi orang yang kredibel dan bisa dipercaya secara komitmen dan moral. Atau, kita terima sebagai penghargaan sosial yang perlu kita hargai. Selebihnya, hubungan kita dengan murid adalah hubungan yang membuka, mendorong, menyalakan, atau mengeluarkan (mencerahkan). Dan yang lebih penting lagi, kita memaafkan masyarakat, pemerintah, dan yayasan yang masih kalah dengan negera Thailand, Philipine, Malaysia, Vietnam, dan Brunei dalam menggaji guru. Sebab, jika tidak memaafkan, jiwa ini akan terbebani dan sangat mungkin kita menjadi pendidik yang membebani. Semoga bermanfaat.

Kamis, 10 Juni 2010

Sepatu Berusia 5.500 Tahun Ditemukan

VIVAnews - Sepatu kulit tertua ditemukan di pegunungan Armenia, umurnya diperkirakan sekitar 5.500 tahun. Alas kakinya terbuat dari kulit, menggunakan tali untuk mengikat bagian depan dan belakang.

Seperti diberitakan Associated Press, Kamis 10 Juni 2010, peneliti melaporkan hal itu pada sebuah jurnal di perpustakaan umum ilmu pengetahuan.

Sepatu untuk kaki kanan itu ditemukan di dalam sebuah gua. Ketika ditemukan, di dalam sepatu itu sudah penuh dengan rumput.

Ron Pinhasi arkeolog dari University College Cork di Cork, Irlandia, memimpin tim penelitian itu. Dia merasa sangat beruntung menemukan sepatu itu. Karena, kata dia, biasanya mereka hanya menemukan pot rusak.

Dengan ditemukannya sepatu seperti itu, maka Pinhasi dan peneliti memiliki informasi mengenai kegiatan sehari-hari orang-orang kuno.

Setidaknya, ada gambaran mengenai bagaimana kehidupan orang kuno masa lalu. Tidak hanya tentang apa yang mereka makan, apa yang mereka lakukan, tetapi juga apa yang mereka kenakan.

Sebelumnya, sepatu kulit tertua ditemukan di Eropa atau Asia, yang dikenal dengan Otzi, "manusia es" yang ditemukan membeku di Alpen beberapa tahun yang lalu dan sekarang diawetkan di Italia.

Otzi diperkirakan hidup pada 5.375 dan 5.128 tahun yang lalu, beberapa ratus tahun lebih baru daripada sepatu Armenia. Sepatu Otzi terbuat dari kulit rusa dan beruang yang disatukan dengan tali kulit.

"Sepatu Armenia tampaknya terbuat dari kulit sapi," kata Pinhasi. (umi)

Minggu, 06 Juni 2010

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH


REPUBLIK INDONESIA


TENTANG


Senin, 24 Mei 2010

Pengantar Psikologi Perpustakaan

Pengertian Psikologi

Menurut asal katanya, psikologi berasal dari kata Yunani ‘psyche’ yang berarti jiwa dan ogos’ yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Namun pengertian jiwa tidak pernah ada kesepakatan dari sejak dahulu. Di antara pendapat para ahli, jiwa bisa berarti ide, karakter atau fungsi mengingat, persepsi akal atau kesadaran. Psikologi adalah ilmu yang sedang berkembang dan pada hakikatnya psikologi dapat diterapkan pada setiap bidang dan segi kehidupan. Oleh karena itu cabang cabang psikologi bertambah dengan pesat, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan aktivitas kehidupan. Cabang cabang psikologi dapat digolongkan berdasarkan kekhususan bidang studinya, baik ilmu dasar (teoritis), maupun yang bersifat terapan (praktis). Penerapan psikologi berkembang ke berbagai aspek kehidupan manusia, demikian juga titik singgung dengan ilmu ilmu lain juga semakin banyak, misalnya dengan ilmu manajemen, ilmu ekonomi, ilmu perpustakaan, ilmu sosial dan sebagainya


Sejarah Perkembangan Psikologi

Di zaman Yunani Kuno para ahli falsafat mencoba mempelajari jiwa, seperti Plato menyebut jiwa sebagai ide, Aristoteles menyebut jiwa sebagai fungsi mengingat. Pada abad 17 filsuf Perancis Rene Descartes berpendapat bahwa jiwa adalah akal .atau kesadaran, sedangkan John Locke (dari Inggris) beranggapan bahwa jiwa adalah kumpulan idea yang disatukan melalui asosiasi. Sedangkan ilmuwan lain pada abad 18 mengaitkan jiwa dengan ilmu pengetahuan (faal), mereka berpendapat dengan jiwa yang dikaitkan dengan proses sensoris/motoris, yaitu pemrosesan rangsangan yang diterima oleh syaraf-syaraf indera (sensoris) di otak sampai terjadinya reaksi berupa gerak otot-otot (motorik).
MANUSIA DAN KEPRIBADIANNYA

Mengenal Manusia

Tidaklah mudah untuk memahami pengertian manusia. Dari aspek biologis manusia adalah makhluk mamalia yang tergolong dalam kelompok primata. Namun ternyata bahwa manusia bukan sekedar salah satu jenis hewan tertentu, melainkan mempunyai ciri-ciri khas manusia yang tidak dimiliki oleh hewan. Oleh karena itu kita akan salah kalau meninjau definisi manusia hanya dari aspek biologis saja. Hal ini mengharuskan pada kita untuk memahami manusia dari aspek agama. Salah satu pengertian manusia dari aspek agama, menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang terpilih dan dilengkapi dengan akal dan kekuatan untuk membuat pilihan. Karena manusia memiliki kekuatan akal dan kekuatan untuk bisa menentukan pilihan, maka ia ditunjuk untuk patuh kepada kehendak-kehendak Allah serta patuh kepada hukum-hukum-Nya. Dengan akal yang merupakan hidayah Allah, manusia dapat memilih apakah ia akan terbuai dalam lumpur endapan yang terdapat dalam dirinya ataukah ia akan meningkatkan dirinya menuju ke kutub mulia yakni menyerahkan diri kepada Allah. Dalam menentukan kehendak itu, terjadilah pertarungan terus-menerus dalam diri manusia.


Memahami Kepribadian Manusia

Untuk dapat memahami kepribadian tidak mudah karena kepribadian merupakan masalah yang kompleks. Kepribadian itu sendiri bukan hanya melekat pada diri seseorang, tetapi lebih merupakan hasil suatu pertumbuhan yang lama dalam suatu lingkungan budaya. Para ahli menyebutkan bahwa kepribadian adalah kesan yang ditimbulkan oleh sifat-sifat lahiriah seseorang, seperti cara berpakaian, sifat jasmaniah, daya pikat dan sebagainya. Disebutkan juga bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai makhluk yang bersifat psikofisik yang menentukan penyesuaian dirinya secara unik terhadap lingkungan. Ahli lain mengklasifikasikan seluruh ranah kepribadian dalam enam tipe yang sangat menonjol, yaitu tipe realistik, tipe penyelidik atau investigatif, tipe artistik, tipe sosial, tipe perintis atau enterpristing dan tipe konvensional. Kepribadian seseorang akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan pengalaman pribadi masing-masing. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian antara lain: perasaan bersalah, benci, cemas, kepercayaan yang diemban, harapan yang dicamkan dan kasih sayang yang diterima dari lingkungan. Dengan kita mencoba mengenal dan kemudian memahami istilah kepribadian, maka kemudian diharapkan akan mempermudah mengenal diri sendiri, baik kekuatan atau kelemahan yang ada. Dengan kita sudah mengenal diri sendiri akan sangat bermanfaat bagi diri pribadi dan lingkungan, terutama memperlancar tugas profesional kita.


PERSEPSI DAN INTERAKSI SOSIAL

Pemahaman Tentang Persepsi

Persepsi mempunyai dua pengertian, yaitu menunjuk kepada proses dan mengacu pada hasil proses itu sendiri. Persepsi bermula dari penginderaan, diolah ke alam pikiran dan berakhir dengan penafsiran. Persepsi dibedakan atas persepsi tentang benda dan persepsi sosial. Persepsi sosial banyak mengandung unsur-unsur subjektif. Persepsi diri berhubungan dengan konsepsi diri, harga diri, dan kepercayaan diri seseorang. Penilaian terhadap diri sendiri sangat menentukan sikap dan perilaku individu. Untuk membangun konsep diri yang positif dan harga diri yang kuat perlu pengenalan dan pengembangan diri.

Interaksi Sosial

Faktor penting yang menentukan terjadinya interaksi sosial adalah persepsi kita terhadap diri kita sendiri dan lingkungan. Daya tarik antarpribadi menjadi faktor yang menentukan juga untuk terwujudnya interaksi sosial. Yang mempengaruhi daya tarik antarpribadi, di antaranya ialah kesempatan untuk berinteraksi, baik yang berhubungan jarak fisik maupun jarak psikologis. Pendekatan untuk mengetahui daya tarik antar- pribadi, dapat dilakukan melalui pendekatan kognitif dan pendekatan formulasi pada hukum-hukum belajar.


MEMAHAMI MOTIVASI KERJA

Teori Kebutuhan dan Motivasi

Kebutuhan dan motivasi manusia sangat berpengaruh terhadap produktivitas manusia tersebut. Menurut Maslow kebutuhan manusia, diklasifikasikan ke dalam lima tingkat yang berbeda yaitu:

1.

Fisiologis
2.

Keamanan
3.

Sosial
4.

Ego/harga diri
5.

Perwujudan diri

Dengan mengetahui tingkat-tingkat kebutuhan tersebut maka seorang pemimpin suatu lembaga dapat memotivasi bawahannya berdasarkan tingkat kebutuhan karyawan yang bersangkutan secara individual.

Motivasi sendiri mempunyai pengertian suatu dorongan psikologis dari dalam diri seseorang yang menyebabkan ia berperilaku secara tertentu terutama di dalam lingkungan ia bekerja.

Dikenal ada tiga model motivasi yaitu:

1.

model tradisional
2.

model hubungan manusia
3.

model sumber daya manusia


Masalah Insentif

Insentif merupakan salah satu hal yang dapat menggerakkan karyawan. Insentif sendiri dapat berbentuk bermacam-macam, namun yang paling populer dan paling banyak digunakan adalah berbentuk uang atau materi.

Memimpin merupakan tugas yang cukup kompleks karena seorang pemimpin bertugas mempengaruhi para karyawan agar mereka mau melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya secara efisien dan efektif sehingga tujuan organisasi dapat dicapai.

Salah satu faktor yang mempengaruhi maju mundurnya suatu organisasi atau lembaga adalah kualitas pemimpinnya. Pemimpin disini didefinisikan sebagai seorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi. Sedangkan kepemimpinan merupakan cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahannya.

Ada tiga tipe kepemimpinan yaitu:

1.

kepemimpinan otoriter
2.

kepemimpinan partisipatif
3.

kepemimpinan delegatif

Konflik biasanya muncul bila dua orang/kelompok atau lebih saling berinteraksi. Konflik biasanya muncul dari faktor individu, dari faktor interaksi itu sendiri, dan faktor kondisi organisasi.

Dalam menghadapi konflik maka ada tiga sikap yang dapat kita lakukan yaitu: bersikap pasif, bersikap menekan, dan mengatur atau memanajemeni konflik tersebut.


MEMAHAMI PERANAN KOMUNIKASI DALAM PERPUSTAKAAN

Dasar-dasar Komunikasi Untuk Perpustakaan

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian dan penerimaan berita, pesan atau informasi dari seseorang ke orang lain. Suatu komunikasi yang tepat tidak bakal terjadi, kalau tidak ada sumber (penyampai atau komunikator) berita (pesan) menyampaikan secara tepat dan penerima berita (komunikan) menerimanya tidak dalam bentuk yang salah karena adanya gangguan. Namun demikian, komunikasi dalam kenyataannya tidak seperti yang dikatakan itu. Masih terdapat sejumlah kemungkinan penghalang, dan penyaring di dalam saluran komunikasi. Pengirim (komunikator) mencoba untuk mengkodekan berita, pesan atau buah pikirannya kedalam suatu bentuk yang dianggapnya paling tepat. Kemudian kode-kode tersebut dikirimkan, dan penerima (komunikan) berusaha memahami kode tersebut. Tetapi di dalam proses perjalanan berita tadi banyak terdapat serangkaian persepsi atau gangguan yang dapat mengurangi kejelasan dan ketepatan pesan atau berita. Halangan paling besar untuk mencapai komunikasi yang efektif adalah jika terjadi aneka macam persepsi atau gangguan. Misalnya, komunikator menyampaikan pesan dengan tidak jelas dan menggunakan saluran transmisi yang salah mungkin si komunikan sedang memikirkan hal lain pada saat ia harus menerima pesan tersebut. Dalam kondisi seperti itu ia hanya mendengar tetapi mungkin tidak tahu tentang isi pesannya.


Peranan Komunikasi dalam Perpustakaan

Termasuk dalam manusia berorganisasi seperti di lingkungan perpustakaan. Lewat komunikasi manusia dapat menyampaikan keinginan cita-cita, perencanaan pada orang lain. Makin jelas dan efektif berlangsungnya komunikasi makin banyak pula informasi yang dibutuhkan. Oleh karena itu keberadaan perpustakaan sebagai unit pengelola informasi sangat penting untuk mendukung terjadinya komunikasi yang efektif di masyarakat.

Komunikasi memainkan peranan yang sangat penting sebagai sarana hubungan antar- individu dan kelompok masyarakat untuk mengembangkan saling pengertian dan kerja sama antarmanusia yang lebih baik.

Kemajuan pada bidang informasi dan komunikasi tidak hanya disebabkan oleh adanya penemuan-penemuan teknologi baru, namun juga disebabkan oleh semakin tumbuhnya kesadaran orang atau individu dan bangsa akan adanya kesempatan dan kebutuhan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan, termasuk kebutuhan akan adanya informasi. Jadi dapat dikatakan bahwa informasi merupakan bagian dari komunikasi. Tanpa informasi proses komunikasi tidak akan bisa berjalan dengan baik. Dengan demikian maka kehadiran perpustakaan sebagai pengelola informasi menjadi pendukung dan pelancar proses komunikasi. Demikian pula sebaliknya bahwa perpustakaan sebagai organisasi membutuhkan bentuk komunikasi yang efektif dan efisien untuk berjalannya organisasi tersebut dengan baik.


MASYARAKAT INFORMASI DAN PROFESIONALITAS PUSTAKAWAN

Memahami Masyarakat Informasi

Kalau kita amati dengan cermat, maka untuk dapat hidup efektif, harus hidup dengan cukup informasi. Oleh karena itu komunikasi dan informasi merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena manusia merupakan bagian dari masyarakat. Kenyataan seperti ini tidak dapat diingkari kebenarannya. Sebab hanya orang, masyarakat atau bangsa yang mempunyai banyak informasi yang dapat berkembang pesat. Dengan informasi orang dapat mengetahui apa yang telah, sedang, dan akan terjadi. Dan dengan informasi pula orang dapat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki hidupnya. Revolusi industri ditandai oleh adanya perkembangan yang pesat di bidang Iptek. Dan dengan teknologi manusia menciptakan sarana informasi yang sifatnya elektronis, seperti radio, televisi, film, video, penerbitan, dan teknologi informasi yang lain. Setelah lewat masa perkembangan era industri kemudian berkembang era pasca industri. Era pasca industri inilah yang dikenal dengan era informasi, atau era globlisasi informasi, yang ditandai dengan makin berperannya informasi di hampir semua sektor kehidupan masyarakat.

Sekarang ini banyak orang berbicara tentang globalisasi informasi ataupun ciri-ciri masyarakat informasi, baik dalam bentuk seminar atau diskusi yang membahas masalah ini. Globalisasi ini menunjukan pada pengertian pembauran atau kesamaan dalam hampir segala aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang Iptek, ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

Pendekatan Psikologis Dalam Peningkatan Pelayanan Perpustakaan

Menjadi seorang yang profesional bukanlah sesuatu yang mudah. Kita dilahirkan tidak dengan menyandang predikat profesional. Oleh karena itu kita semua ingin sukses dalam berkarier atau bekerja. Kita perlu ketekunan dan terus-menerus bekerja keras untuk dapat berhasil atau sukses dalam bekerja.

Untuk mengembangkan layanan perpustakaan dituntut adanya sikap profesional dari petugas perpustakaan atau pustakawan. Tanpa sikap profesional bagaimanapun modern, lengkap dan canggihnya perpustakaan tersebut akan kurang berarti. Sehingga perlu dikembangkan dengan baik upaya-upaya peningkatan profesionalitas pustakawan dalam rangka peningkatan layanan perpustakaan.

Sumber Buku Psikologi Perpustakaan Karya Toha Nursalam

DIarsipkan di bawah: Pembinaan Perpustakaan

Adsense ads


ShoutMix chat widget

Add your FEED icons here