Rabu, 16 Juni 2010

Bijak Memahami Dampak Pornografi pada Anak

Rabu, 16 Juni 2010
Teknologi telah memudahkan video rekaman itu diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.

Sumber :www.koran-jakarta.com
Dari tua, muda, hingga anak -anak. Razia di sekolah-sekolah sampai tindakan menjatuhkan hukuman terhadap siswa yang kedapatan memiliki rekaman video mesum itu pun seperti menjadi tren pasca beredarnya video porno tersebut.

Ini merupakan reaksi untuk membatasi penyebaran video porno pada anak-anak sebagai pihak yang paling dikhawatirkan menjadi korban dampak sistemik dari video mesum tersebut.

Para orang tua pun dibuat panik. Pasalnya, para orang tua juga ingin mengetahui perihal kabar tersebut.

Dikhawatirkan, anak-anak mereka ikut menonton tayangan tersebut, atau mengikuti berita di media massa atau elektronik. Sebab, rekaman video tersebut dapat diunduh langsung lewat Internet di warnet-warnet, atau telepon genggam mereka.

Terutama orang tua yang memiliki anak usia sekolah SD, SLTP, atau SLTA.

Psikolog anak, yang juga pengajar di Univeritas Negeri Jakarta (UNJ), Lara Fridani, melihat karakteristik anak memang cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap apa yang tengah terjadi.

Termasuk terhadap beredarnya tayangan video porno ini. “Semakin banyak publik membicarakan masalah ini, maka anak-anak akan semakin tertarik untuk mencari tahu tentang itu,” katanya.

Bagi anak-anak yang masih balita, penayangan video ini tidak berpengaruh pada mereka.

Sebab, interaksi terhadap lingkungan sekeliling mereka masih sangat terbatas. Namun, tidak bagi anak-anak yang sudah mulai memasuki usia sekolah, terutama pada tingkat akhir SD, SLTP, dan SLTA.

Alih-alih ingin menjauhkan anak dari pornografi , termasuk larangan untuk menonton video porno tersebut, tanpa disadari, orang tua justru memancing rasa keingintahuan anak.

Misalnya dengan lebih sering membicarakan masalah seputar keberadaan video porno tersebut.

Bahkan, lanjut Lara, orang tua menonton sendiri video tersebut, baik melalui VCD, teknologi HP, atau Internet di rumah.

Termasuk dengan terus-menerus menyaksikan berita-berita yang menyajikan atau membahas masalah video tersebut.

“Ketika ingin menjauhkan, orang tua sebaiknya stop untuk membicarakan masalah video tersebut.

Belajar mengambil hikmah dari peristiwa tersebut, dan case close. Berhenti untuk membicarakannya,” tegas Lara.

Peran orang tua, menurut Lara, sangat sentral dalam memberikan pelajaran tentang pornografi ini kepada putraputri mereka.

Berhenti untuk membahas dan membicarakan masalah tersebut merupakan salah satu langkah awal jalan keluarnya.

Terutama bagi mereka yang memiliki putra-putri yang belum bersekolah, masih TK, dan banyak menghabiskan waktu di rumah.

“Jadi sebenarnya adalah bagaimana orang tua bisa mengondisikan suatu keadaan yang memungkinkan untuk meminimalkan cerita-cerita pornografi dan berita-berita pornografi tersebut kepada anak-anak dengan mengalihkannya pada berita- berita yang lebih mendidik.

Salah satu caranya orang tua sebisa mungkin menjadi teladan. Misalnya dengan menanamkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai budi pekerti,” tambah Lara.

Peran Guru Bagi anak-anak yang telah masuk lingkungan sekolah, baik SD tingkat akhir, SLTP.

maupun SLTA, tidak hanya peran orang tua yang penting. Peran guru di sekolah pun menjadi sangat penting.

Guru diharapkan bisa mengajarkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai agama kepada siswa didik secara eksplisit.

“Artinya guru tidak lagi hanya meminta anak didik untuk menghafal apa itu nilai-nilai perilaku baik, tapi sudah pada pelaksanaan atau perwujudan dari nilai-nilai baik tersebut,” tegas Lara.

Nilai-nilai ini tidak hanya disampaikan dalam forum belajar di sekolah, tapi di rumah, nilai-nilai ini juga harus dibicarakan dan didiskusikan dengan anak-anak.

Tentunya dalam kondisi yang senyaman mungkin sehingga tidak lagi menjadi sesuatu yang terkesan membosankan bagi anak-anak.

Atau malah anak-anak terkesan didikte.

“Misalnya saja, orang tua mencari referensi di Internet mengenai dampak pornografi terhadap perkembangan otak anak.

Kemudian, hal ini didiskusikan bersama dengan anak-anak sehingga anak dapat menerima alasan-asalan, mengapa mereka harus menjauhi pornografi karena memang ada faktanya.

Pasalnya, anak sekarang tidak bisa hanya dilarang tanpa ada alasan yang logis,” tambah Lara.

Orang tua dan guru juga harus lebih kreatif dalam membuat tema-tema perbincangan anakanak sehingga tidak menjurus pada hal-hal berbau pornografi, termasuk soal video porno.

“Misalnya, orang tua ataupun guru mencari tema bagaimana tata cara pergaulan yang baik.

Menjadi teman yang menyenangkan disertai dengan tip-tipnya,” ujar Lara. Psikolog anak, yang juga Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA), Seto Mulyadi, menilai keberadaan teknologi memang berdampak besar pada anakanak.

Karenanya, para orang tua harus menyikapi keberadaan teknologi ini dengan baik demi perkembangan putra-putri mereka, termasuk dalam peredaran video porno melalui teknologi telepon seluler.

“Anak-anak itu cenderung ingin mencoba. Karena sering menonton, kemudian ada ajakan pihak lain, dan akan menerima begitu saja ajakan tersebut karena memang sudah terbiasa melihat perilaku tersebut,” kata Kak Seto.

Kendati demikian, menurut Kak Seto, orang tua harus tetap mengubah pola komunikasi antara anak dan orang tua.

Pola komunikasi yang dikembangkan tidak lagi layaknya komunikasi antara bos dan anak buahnya, melainkan pola hubungan komunikasi sesama teman.

“Kalau selama ini mendengarnya hanya tiga kali, sekarang mendengarnya tujuh kali.

Anak-anak juga harus dihargai pendapatnya,” ucapnya.

Orang tua harus membiasakan untuk mendiskusikan segala hal kepada putra-putri mereka, termasuk tanggapan-tanggapan anak tentang peredaran video porno.

“Minta tanggapan anak, bagaimana menurut dia (anak).

Kemudian setelah itu diskusikan bersama berdasarkan aturan dan norman-norma yang berlaku,” pungkas Kak Seto.
nik/L-1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adsense ads


ShoutMix chat widget

Add your FEED icons here