Kamis, 07 Mei 2009

MENCINTAI PROFESI GURU DENGAN SEPENUH HATI

Diawal kuliah, penulis merasa tidak yakin telah mengambil Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di salah satu universitas swasta di kota Bandung. Alasannya, selain memang bukan cita-cita dari kecil juga masih terbayang profesi guru yang menjadi profesi kelas dua, gaji yang kecil dengan berbagai pungutan yang besar, masa depan yang suram dan kehidupan serba apa adanya. Belum lagi tanggung jawab sebagai penjaga moral, etika, nilai agama dan dituntut menjadi teladan tidak hanya di depan siswa tapi juga di masyarakat pada umumnya.

Tapi apa yang terjadi kemudian, seiring waktu dan setelah mengenal ilmu serfta profesi guru di pertengahan semester perkuliahan, sedikit demi sedikit kepercayaan diri ini muncul. Berbagai buku yang dibaca turut membuka wawasan dan menimbulkan tantangan tersendiri bagi “pertarungan” di masa depan. Ditambah keyakinan pribadi tentang masa depan pendidikan yang cerah. Hal ini menjadi keyakinan saya, pada suatu saat, masyarakat dan negara akan menyadari bahwa pendidikan adalah pilar terpenting dalam membangun masa depan Indonesia yang lebih baik.

Sekarang penulis telah menjadi guru di sekolah swasta di kota Bandung. Tidak terasa telah memasuki tahun ke-sepuluh. Ah…telah lebih dari sembilan angkatan tahun pelajaran dilepas dan sedikit memberikan wawasan dan pengalaman kepada siswa untuk mampu menempuh tantangan lebih lanjut. Walaupun belum seberapa dibandingkan dengan guru-guru lain yang telah puluhan tahun melintang di dunia pendidikan, mungkin penulis belum ada apa-apanya. Tapi perasaan bahagia dan suka cita senantiasa mengisi relung hati tatkala tahun demi tahun kami korps guru berhasil melepas siswa dengan hasil maksimal. Pantas saja banyak orang bilang (siswa, orang tua siswa dan rekan sebaya) yang mengetakan, “guru mah awet muda dan selalu kelihatan tenang” atau “pak, saya sekarang sudah kuliah dan sebentar lagi lulus jadi dokter, tapi bapak mah keliatan ngga berubah, apa rahasianya pak?”. Mungkin ini pula perasaan yang dirasakan oleh guru-guru penulis yang pernah temui dan mereka masih sangat terlihat bahagia di masa pensiunnya.

Belum lagi berbagai kebijakan pemerintah yang sedikit demi sedikit mulai memperhatikan dunia pendidikan dan guru pada khususnya serta masyarakat yang menaruh ekspektasi yang sangat besar pada dunia pendidikan untuk terus menambah profesionalisme guru demi melahirkan generasi mendatang yang lebih baik, setelah “berbagai usaha dinilai telah gagal” menjadikan Indonesia lebih baik.

Sekarang, apa lagi hambatan bagi kita sebagai guru untuk menjadi lebih baik dan terus meningkatkan layanan terbaik bagi calon-calon pemimpin bangsa ini ? sudah saatnya sekolah berhenti menjadikan institusi pendidikan sebagai mesin penyedot uang dengan 1001 alasan. Saatnya guru menghentikan siswa menjadi obyek pendidikan tanpa dihormati hak-haknya sebagai manusia yang utuh dan unik. Sudah saatnya, guru mencintai profesi dengan sepenuh hati dan terus memperbaiki diri demi pendidikan bangsa yang lebih baik.

Mungkin banyak guru yang sudah mengenal “Zero Mind Process” (ESQ Leadership Training), bahwa ketika hati kita mengosongkan hati dari berbagai ketakutan, kekhawatiran, kekecewaan, penyakit hati dan berbagai tuntutan yang menekan perasaan, pada saat itu hanya “Ikhlas” yang menggelembung dalam hati maka yang ada dalam otak, perasaan dan kalbu hanyalah mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apa dampaknya pada proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru? Semangat, kepedulian dan pengabdian tulus sepenuh jiwa raga pada sekolah, siswa, masyarakat dan bangsa. Tidak ada lagi keluh kesah ! Tidak ada lagi penyesalan karena kita bergelut dengan anak manusia yang haus akan ilmu dan pendidikan.

Tanpa menghapuskan perjuangan guru untuk terus memperjuangkan hak dan menuntut sistem yang lebih baik di dunia pendidikan, tapi selayaknya semua perjuangan itu tidak menganggu kegiatan proses pembelajaran. Selayaknya, semua tuntutan tidak menjadikan hambatan kita dalam mengajar. Tahun ajaran baru telah menjelang dan siswa baru berharap mereka akan menemukan butir-butir kebijakan diri mereka melalui proses pendampingan guru yang bijak dan ikhlas.

Profesi dengan landasan cinta akan melahirkan roman muka, bahasa tubuh dan pikiran yang senantiasa dirasakan oleh siswa sebagai energi tanpa batas untuk mengeksplorasi kehidupan ini melalui belajar dengan senang hati. Teguran, marah, sanjungan dan hukuman akan sampai kepada siswa dalam koridor cinta kasih alksana kasih Tuhan ketika membimbing Adam mengenal nama-nama alam raya.

Semoga tulisan ini mampu menjadi suluh bagi percikan semangat untuk mencintai profesi guru dengan sepenuh hati.

Bandung, 21 Juni 2008

Imam Wibawa Mukti,S.Pd

Guru serta Koordinator Program Akselerasi SMP Taruna Bakti dan

Sekretaris Resource Center Keberbakatan Jawa Barat

Jln. LL.RE Martadinata 52 Bandung (022) 4261468

085624098017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adsense ads


ShoutMix chat widget

Add your FEED icons here