Kamis, 07 Mei 2009

SMP TARUNA BAKTI SEKOLAH PEMBAURAN?

Salah satu yang membuat saya sangat betah mengajar di SMP Taruna Bakti adalah adanya visi dan misi pembauran dalam proses kegiatan belajar di sekolah. Ini penting sekali!

Di tahun 2003 saya ditugaskan sekolah untuk mengikuti seminar tentang pembauran degan pembicara Andi Malarangeng sebagai pengamat politik, Kapolda Jabar dan dari pemerintahan yang diwakilli oleh Bpk Unang Sunarya di hotel Penghegar.

Yang menarik dari seminar itu adalah masalah proses pembauran yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia keturunan Tiong Hoa (70% dari peserta) yang mengatakan banyak kebijakan pemerintah yang setengah hati atau penerimaan masyarakat yang memandang mereka dengan dengan penuh kecurigaan. Mereka dan pemerintah berdebat tentang mekanisme pembauran yang begitu gencar diprogramkan oleh Negara.

Tapi yang anehnya, pada saat itu saya bicara, mengapa kita berbicara tentang pembauran tapi tidak melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya banyak WNI keturunan yang merasa tidak perlu menyekolahkan anak-anaknya sekolah di sekolah umum yang lebih heterogen dari latar belakang budaya dan asal. Bahkan ada yang mengaku takut untuk menyekolahkan anaknya disekolah negeri atau swasta umum kalau anaknya akan mendapatkan perlakuan diskriminatif dari guru maupun teman sekolahnya. Padahal proses pembauran bukanlah proses sekali jadi. Harus ada proses pemahaman dan saling pengertian antara berbagai pihak. Dan salah satu caranya adalah melalui pendidikan.

Sekolahlah di SMP Taruna Bakti! Sekolah yang menjadikan pembauran sebagai visi dan misi dalam mengemban tugas pendidikan formal. Bagaimana proses pembauran dan belajar saling menghargai dari berbagai suku bangsa dan agama begitu lekat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Bagaimana anak dari keturunan dan latar belakang budaya dan ras yang bereda sama-sama mengangkut kursi dan barang daklam kegiatan suatu agama tertentu. Bagaimana siswa saling konflik dan belajar menyelesaikannya tanpa memandang ras dan agama.

Juga di sini kami melayani semua agama yang ada sehingga proses pembelajaran benar-benar memenuhi amanat pendidikan dan hak warga Negara mendapatkan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Tanpa ada paksaan, tanpa diliputi rasa kekhawatiran.

Bagaimana kita bisa mewariskan pembauran dan saling menghormati satu sama lain ketika orang tua justru yang memperbesar rasa perbedaan dengan ketakutan dan memperdalam saling curiga dengan segala prasangka?

Saya juga melihat masih ada sekolah negeri yang notebene adalah sekolah umum lebih menonjolkan nuansa suau agama. Mewajibkan siswa yang berbeda agama untuk mengikuti pelajaran agama lain yang tidak mereka yakini. Ketika yang mayoritas menuntut minoritas untuk meghargainya, maka mayoritas pun dituntut untuk mengayomi.

Guru, siswa, orang tua dan masyarakat wajib menanamkan rasa kebersamaan sebagai suatu bangsa sesegera mungkin sehingga berbagai prasangka dan konflik dengan latar belakang agama, ras dan suku segera berakhir. Kami guru SMP Taruna Bakti sudah memulai dan ingin memperluas rasa kebersamaan ini dengan seluruh elemen bangsa.

Semoga mimpi kami bukanlah impian.

SMP Taruna Bakti di Jalan LL.RE Martadinata No.52 Bandung (022) 4261468 c/q Pak Imam Wibawa Mukti,S.Pd (Koordinator akselerasi SMP Taruna Bakti) dan Ibu Lucia Dwi Suharti,Dra (Ketua Resource Center Keberbakatan Jawa Barat)

Blog : cogitoergowibisum@blogspot.com

e-mail : imamwibawamukti@yahoo.co.id

web : www.smptarunabakti.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adsense ads


ShoutMix chat widget

Add your FEED icons here